A. Pengertian
Ø DHF adalah penyakit demam yang disebabkan oleh virus dan disertai demam akut, perdarahan, tendensi syok. (Dra. Suryanah, 1996)
Ø DHF adalah penyakit yang disebabkan virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). (Perawatan Pasien DHF, 1995)
Ø DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. (Mansjoer Arif dkk, 2000)
Klasifikasi DHF (menurut derajat beratnya penyakit; WHO, 1986):
a) Derajat I
Demam disertai dengan gejala klinis tanpa perdarahan sentral uji torniquet (+), trombositopenia dan homokonsentrasi.
b) Derajat II
Derajat I disertai pendarahan spontan pada kulit.
c) Derajat III
Nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, ujung jari (tanda dari renjatan).
d) Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan koleh virus dengue, ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Virus ini menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dam sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian. Penyebab penyakit adalah virus yang mengganggu pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.
DHF juga disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus yang berbeda antigen. Virus ini adalah kelompok flavirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup, tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya.
C. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit DBD adalah:
a) Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah, lesu, suhu badan 38-40 º C atau lebih.
b) Tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit diregangkan bintik merah itu tidak hilang.
c) Kadang-kadang peradarahan di hidung (mimisen).
d) Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah.
e) Tes turniquet positif.
f) Adanya perdarahan yang petekia, akimosis atau purpura.
g) Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lambung.
h) Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, berkeringat, perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal, tempat suntikan atau di tempat lainnya.
i) Hematomesis atau melena.
j) Trombositopenia (100.000 per mm3).
k) Pembesaran plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dingin pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih dari:
ü Kenaikan nilai 20 % hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin.
ü Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah pengobatan.
ü Tanda-tanda perbesaran plasma yaitu efusi pleura, asites, hipo-proteinemia.
l) Keluhan pada saluran pernapasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
m) Keluhan pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia, diare dan konstipasi.
n) Keluhan sistem tubuh yang lain seperti nyeri kepala, nyeri otot, tulang dan sendi serta pegal di seluruh tubuh.
D. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemia tenggorokan dan hal lain yan mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati l(hepatomegali) dan pembesaran limpa (spenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi rejatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma(plasma leakage) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk petokan pemberian cairan intra vena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi yang terjadi. Rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
A = Ht tertinggi selama dirawat
B = Ht saat pulang
C = Prosentase hematokrit
Setelah pemberian cairan intra vena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intra vena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama, akan timbul anoreksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru-paru, saluran cerna dan jaringan adrenal. Hati umumnya membesar dengan perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau parasentral.
E. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratosium
ü IgE dengue (+)
ü Trombositopenia
ü Hemoglobin meningkat > 20 %
ü Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
ü Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipoktoremia pada hari kedua dan ketiga terjadi leukopenia, nekropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit dan basofil.
ü SGOT/SGPT mungkin meningkat
ü Waktu perdarahan memanjang
ü Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolik: PCO2 < 35-40 mmHg: HCO3 rendah Base excess (-)
ü Pada pemeriksaan urin dijumpai albuminuria ringan
Pemeriksaan laboratorium sederhana sebagai penunjang diagnosis dini DHF:
a) Nilai limfosit plasma biru pada sediaan hapus darah tepi (Guffy Coat)
Penemuan LPB dalam prosentase tinggi (20-50 %) pada sediaan Guffy Coat penderita DHF yang khas karena sangat berbeda dengan prosentase LPB 0-10 % yang ditemukan pada infeksi virus lain. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat dalam membuat diagnosis banding DHF dengan penyakit virus lain pada masa dini. Selain itu. Pemeriksaannya sangat sederhana, murah, dapat dipercaya dan dapat dilakukan di sebagian besar Rumah Sakit Tipe C.
b) Pemeriksaan hemoglobin metode hematin asam dengan hemometer sahli
Suatu penelitian untuk membuktikan bahwa pemeriksaan Hb sahli yang tersedia di Puskesmas dapat dipergunakan untuk memperkirakan nilai Hematokrit (Ht) telah dilakukan terhadap 200 orang penderita DHF. Pemeriksaan kadar Hb sahli telah dikelola dengan pemeriksaan secara elektronik. Pengujian kemaknaan membuktikan bahwa statistis:
ü Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kadar Hb yang diperiksa secara elektronik dan sahli.
ü Terdapat korelasi yang kuat antara pemeriksaan Hb sahli dan nilai Ht. Pemeriksaan Hb sahli dapat dipakai sebagai parameter derajat kebocoran plasma dalam mengelola penderita DHF. Kenaikan/penurunan Hb sahli mencerminkan kenaikan/penurunan nilai Ht dalam perjalanan penyakit.
2) Pemeriksaan Serologi
Melakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara Haemaglutination Inhibition Test (HI Test) atau dengan uji pengikatan komplemen (Complement Fixation Test/CFT). Pada pemeriksaan ini dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut atau demam dan pada masa penyembuhan (1-4 minggu setelah awal gejala penyakit). Untuk pemeriksaan serologi ini diambil darah vena 2-5 ml.
3) Pemeriksaan Diagnosis yang Menunjang
Antara lain foto torax yang mungkin dijumpai adanya pleural efusion pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali.
F. Penatalaksanaan Medis
1) Tirah baring/istirahat baring.
2) Diet makan lunak.
3) Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa susu, teh manis, sirup.
4) Pemberian cairan intra vena (RL, NaCl).
5) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, respirasi). Jika kondisi memburuk, observasi ketat tiap jam.
6) Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit tiap hari.
7) Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asitamenofen, eukinin atau dipiron (kolaborasi dengan dokter) juga pemberian kompres dingin.
8) Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9) Pemberian antibiotika bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter).
10) Monitor tanda-tanda dini rejatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11) Pemberian O2 pada pasien yang mengalami rejatan.
12) Antibiotika diberikan atas indikasi misalnya komplikasi infeksi bakterial.
13) Eksponder plasma/dextan (pada kasus rejatan hebat).
G. Pengobatan
1) Untuk mengatasi demam sebaiknya diberikan parasetamol. Salisilat tidak digunakan karena akan memicu perdarahan asidosis.
2) Parasetamol diberikan selama demam masih mencapai 39 ºC, paling banyak 6 dosis dalam 24 jam.
3) Kadang-kadang diperlukan obat penenang pada anak-anak yang sangat gelisah. Kegelisahan ini dapat terjadi karena dehidrasi atau gangguan fungsi hati.
4) Haus dan dehidrasi merupakan akibat dari demam tinggi, tidak adanya nafsu makan dan muntah.
5) Untuk mengganti cairan yang hilang, harus diberikan cairan yang cukup melalui mulut atau intra vena. Cairan yang diminum sebaiknya mengandung elektrolit seperti oralit. Cairan yang lain yang bisa juga diberikan adalah jus buah-buahan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DHF
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang paling penting dilakukan oleh perawat, baik pada saat penderita pertama kali masuk Rumah Sakit (untuk mengetahui riwayat penyakit dan perjalanan penyakit yang dialami pasien) maupun selama penderita dalam masa perawatan (untuk mengetahui perkembangan pasien dan kebutuhannya serta mengidentifikasi masalah yang dihadapinya).
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian:
Ø Wawancara
Ø Pemeriksaan fisik
Ø Observasi atau pengamatan
Ø Catatan atau status pasien
Ø Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
Dengan data yang ada, perawat dapat menentukan aktivitas keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan atau masalah yang dialami pasien.
Data yang dikumpulkan dapat dibagi menjadi 2 yaitu data dasar dan data khusus (Carpenito, 1983):
1) Data dasar
Adalah data mengenai:
ü Persepsi klien tantang kesehatan; upaya yang biasa dilakukan untuk mempertahankan hidup sehat; alasan pasien masuk rumah sakit (keluhan utama) yang dialami pasien; faktor pencetus dan lamanya keluhan; timbulnya keluhan (mendadak atau bertahap); upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.
ü Pola nutrisi: frekuensi; jenis; pantangan; nafsu makan.
ü Pola eliminasi: BAB dan BAK.
ü Pola aktifitas dan latihan.
ü Pola tidur dan istirahat.
ü Pola pikir: persepsi; persepsi diri; mekanisme koping; sistem nilai-kepercayaan.
ü Pengkajian fisik yang meliputi: keadaan umum pasien; sakit (ringan; sedang; berat).
ü Kesadaran: komposmentis; apatis; somnolen; soporus; koma; refleks; sensibilitas; nilai Glasgow Coma Scale (GCS).
ü Tanda-tanda vital: suhu; tekanan darah; nadi; pernapasan.
ü Kelenjar kulit, kelenjar limfe, muka, kepala, mata, telinga, hidung, mulut dan leher; rektum; alat kelamin; anggota gerak.
ü Sirkulasi: finger print; turgor; hidrasi.
ü Keadaan dada:
v Paru-paru: inspeksi; palpasi; perkusi; auskultasi.
v Jantung: inspeksi; palpasi; perkusi; auskultasi.
v Abdomen: inspeksi; palpasi; perkusi; auskultasi.
Sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan harus melihat kondisi pasien terutama saat palpasi atau perkusi.
2) Data khusus
Adalah data yang diambil berdasarkan kondisi pasien pada saat sekarang.
Di samping data tersebut di atas, dalam memberikan asuhan keperawatan seorang perawat juga membutuhkan data yang lebih spesifik mengenai penyakit pasien yang berupa data subjektif, data objektif, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lainnya yang menunjang.
Data subjektif adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan yang dinyatakan oleh pasien. Pada pasien DHF data subjektif yang sering ditemukan adalah:
ü Lemah
ü Panas atau demam
ü Sakit kepala
ü Anoreksia (tidak nafsu makan); mual; haus; sakit saat menelan
ü Nyeri ulu hati
ü Nyeri pada saat otot dan sendi
ü Pegal-pegal pada seluruh tubuh
ü Konstipasi (sembelit)
Data objektif adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan atas kondisi pasien. Data objektif paling sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
ü Suhu tubuh tinggi; menggigil; wajah tampak kemerahan (flushing)
ü Mukosa mulut kering; perdarahan gusi; lidah kotor (kadang-kadang)
ü Tampak bintik merah pada kulit (petekie); uji turniket (+); epistaksis (perdarahan hidung); ekimosis; hematoma; hematemesis; melena
ü Hiperemia pada tenggorokan
ü Nyeri tekan pada epigastrik
ü Pada palpasi teraba adanya perbesaran hati dan limpa
ü Pada rejatan (derajat IV): nadi cepat dan lemah; hipotensi; ekstremitas dingin; gelisah; sianosis perifer; nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium. Untuk menegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah dan urine serta pemeriksaan serologi. Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:
ü Ig G Dengue positif
ü Trombositopenia
ü Hemoglobin meningkat > 20 %
ü Hemokonsentrasi (hemotokrit meningkat)
ü Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoproteinemia; hiponatremia; hipokloremia
Pada hari kedua dan ketiga terjadi leukopenia; netropenia; aneosinofilia; peningkatan limfosit; monosit dan basofil.
ü SGOT/SGPT mungkin meningkat
ü Ureum dan pH darah mungkin meningkat
ü Waktu perdarahan memanjang
ü Pada pemeriksaan analisa gas darah arteri menunjukkan asidosis metabolik: pCO2 < 35-40 mmHg; HCO3 rendah; Base Excess (-)
ü Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan
Pemeriksaan serologi. Melakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara Haemaglutination Inhibition Test (HI Test) atau dengan uji pengikatan komplemen (Complement Fixation Test/CFT). Pada pemeriksaan serologi dibutuhkan 2 bahan pemeriksaan yaitu pada masa akut atau demam dan pada masa penyembuhan (1-4 minggu setelah awal gejala penyakit). Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml.
Pemeriksaan diagnosis penunjang antara lain foto torak mungkin dijumpai pleural efusion, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali.
DAFTAR PUSTAKA
Nurohman, Inung. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak M dengan DM DHF di Ruang Aster RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Efendy, Christante. 1995. Perawatan Pasien DHF. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jil 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
No comments:
Post a Comment