Pages

Ads 468x60px

About

Blogger news

Blogroll

Blogger news

12/12/2012

Sindrom Down




Download versi lengkap disini

  1. PENGERTIAN
1.             Sindrom Down adalah suatu kelainan di mana terdapat subnormalitas mental yang berat dan ciri-ciri wajah yang merupai ras Mongoloid. (Hinchliff,1999: 138).
2.             Sindrom Down adalah kelainan bawaan, terutama keterbelakangan mental, bentuk wajah yang khas ( idiosi Mongoloid, Mongoloidisme ), kelainan kromosomal berupa trisomi atau translokasi gen secara tidak seimbang.( Ramali, M.A., 2005: 98).
3.             sindrom Down / Trisomi 21 (47, XX, +21 atau 47, XY, +21) adalah gangguan kromosom tersering pada kelahiran hidup. (Price, S.A., 2006: 26).

  1. EPIDEMIOLOGI
Menurut Soetjiningsih (1998: 211), sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadian terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000 kelahiran hidup dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak dengan sindrom Down dilahirkan oleh ibu yang berumur di atas 35 tahun.
            Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.


  1. ETIOLOGI
Menurut Soetjiningsih (1998: 211-212), selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sindrom Down yang dilaporkan. Tetapi sejak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun 1959, maka sekarang perhatian dipusatkan pada kejadian “non-disjunctional” sebagai penyebabnya yaitu:
    1. Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap ”non-disjunctional”. Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom Down.
    1. Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non-disjunctional” pada sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan penelitian lain tidak mendapati hubungan antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.
    1. Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down. Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat mengakibatkan terjadinya “non-disjunctional”.
    1. Autoimun
Factor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah aotuimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow 1966 (dikutip Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.
    1. Umur ibu
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunctional” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estriadol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormone, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Lutenizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya “non-disjunctional”.
    1. Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Factor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nucleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.

  1. PATOFISIOLOGI
Menurut Price, S.A., (2006: 26-27) sindrom Down merupakan kelainan kromosom nomor 21. Kromosom tambahan ini karena gen-gen yang terkandung di dalamnya, menyebabkan protein-protein tertentu terebentuk secara berlebihan di dalam sel. Hal ini mengganggu pertumbuhan normal pada janin.
            Ketika janin berkembang, sel-sel tubuh tidak membelah secepat yang normal, dan mengakibatkan sel-sel tubuh yang terbentuk jumlahnya sedikit, sehingga terbentuk bayi yang lebih kecil. Migrasi sel-sel yang terjadi pada pembentukan berbagai bagian tubuh tertentu menjadi terganggu, khususnya pada otak. Begitu individu dengan sindrom Down lahir,seluruh perbedaan-perbedaan sudah ada. Karena memiliki lebih sedikit sel-sel otak dan mempunyai kelainan pembentukan otak, akan membuat lambat belajar.
  1. KLASIFIKASI
Klasifikasi sindrom Down menurut Abdoerachman, M.H., (1985: 217-218) adalah sebagai berikut:
1.       Trisomi 21
Trisomi 21 ( 47,XX,+21 ) disebabkan oleh keadaan kegagalan meiosis. Akibat kegagalan ini, gamet dihasilkan dengan tambahan salinan kromosom 21, gamet memiliki 24 kromosom. Apabila bergabung dengan gamet normal dari pasangannya, embrio kini memiliki 47 kromosom, dengan tiga salinan kromosom 21. trisomi 21 adalah 95% sindrom Down yang dikaji, dengan 88% disebabkan oleh kegagalan pada gamet ibu dan 8% disebabkan oleh gamet bapak.
2.       Mosaicism
Trisomi 21 biasanya terjadi sebelum kehamilan, dan kesemua sel dalam badan terjejas. Bagaimanapun apabila setengah sel dalam badan adalah normal, dan setengah sel mengandung trisomi 21, ia dikenali sebagai sindrom Down Mosaik ( 46,XX/47,XX,+21 ). Dapat diketahui melalui 2 cara :
a.       Keadaan kegagalan pada awal pembagian sel pada embrio normal mendorong pada pecahan sel dengan trisomi 21.
b.      Embrio sindrom Down melalui kegagalan dan setengah sel pada embrio kembali kepada aturan kromosom normal.
3.       Translokasi Robertsonian
Bahan kromosom 21 tambahan yang menyebabkan sindrom Down mungkin disebabkan oleh Translokasi Robertsonian. Unjuran lengan kromosom 21 melekat pada kromosom lain, seringkali kromosom 14 (45,XX,t(;21q)) atau dikenali sebagai isokromosom, 45, XX, t(21q;21q). Salah cabang ( disjunction ) biasa mendorong kepada gamet mempunyai peluang besar bagi pencipta gamet dengan tambahan kromosom 21. Sindrom Down translokasi seringkali dirujuk sebagai sindrom Down familial.


  1. MANIFESTASI KLINIS
Abdoerachman, M.H., (1985: 219), dan Soetjiningsih (1998: 213-214), menyebutkan bahwa  berat badan pada waktu lahir dari bayi dengan sindrom Down pada umumnya kurang dari normal. Diperkirakan 20% kasus mempunyai berat badan lahir 2500 gram atau kurang. Komplikasi pada masa neonatal lebih sering daripada bayi yang normal.
Manifestasi klinis dari sindrom Down biasanya mudah dikenali dengan gambaran wajah yang khas yang menyerupai orang mongol. Istilah sindrom Down lebih disukai dibandingkan mongolisme, karena mongolisme menyangkut hubungan antara kondisi ini dengan orang Mongolia. Ketika dilihat dari depan, biasanya mempunyai wajah yang bulat, dari samping, wajah cenderung memiliki profil yang datar.
            Anak ditemukan dengan mata agak sedikit miring ke atas, nistagmus, juling, bintik-bintik atau loreng-loreng pada iris, lipatan epikantik, garis palmar melintang, dislokasi kongenital sendi panggul; terdapat kecenderungan terjadinya leukemia.
            Anak cenderung tenang, jarang menangis dan terdapat hipertonisitas otot. Mikrosefali, brakisefali dan oksiput yang mendatar merupakan hal yang khas. Rambut biasanya lemas dan lurus. Mulut sering menganga karena adanya lidah besar yang menjulur yang juga dapat mempunyai fisura. Leher cenderung pendek dan lebar, kadang kulitnya berlebihan pada bagian belakang. Tangan pendek dan lebar dan dapat dilakukan hiperekstensi. Jari kelingking bengkok dan falanks media kurang berkembang. Dermatoglif merupakan hal yang khas—suatu lipatan tunggal atau “simian” melintang ditemukan melintang lengan. Terdapat lebih sedikit ikal dan ansa yang membuka ke sisi radial tetapi terdapat lebih banyak ansa ulnar dibandingkan pada orang yang normal. Kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang lebar antara ibu jari dan telunjuk.
            Mereka cenderung periang, senang, bersahabat dan gemar musik, tetapi seperti anak normal mereka dapat memperlihatkan suatu rentang atribut kepribadian. Pada remaja, perkembangan seksual biasanya terhambat atau tidak lengkap. Laki-laki mempunyai genetalia yang kecil dan dapat infertile. Wanita mengalami menstruasi pada umur rata-rata dan beberapa wanita dengan sindrom Down melahirkan; sekitar separuh dari anaknya juga menglami sindrom ini.

  1. TUMBUH KEMBANG ANAK
Menurut Soetjiningsih (1998: 216-217), pada umumnya perkembangan anak dengan sindrom Down, lebih lambat dari anak yang normal. Beberapa factor seperti kelainan jantung congenital, hipotonia yang berat, masalah biologis atau lingkungan lainnya dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik dan keterampilan untuk menolong diri sendiri.
            Penelitian terakhir tidak sependapat dengan kesan sebelumnya, bahwa anak dengan sindrom Down selalu disertai dengan retardasi mental yang berat. Tetapi kebanyakan mereka disertai dengan retardasi mental yang ringan atau sedang. Beberapa anak bahkan taraf IQnya borderline, hanya sedikit yang retardasi mental berat. Sedangkan perilaku anak dengan sindrom Down pada awal kehidupannya tidak menunjukkan temperamen yang berbeda dengan anak yang normal. Demikian pula perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya. Walaupun tingkat responnya berbeda secara kuantitatif tetapi polanya adalah hampir sama.

  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sacharin, R.M. (1994), dan Selikowitz (2001), menyebutkan bahwa pemeriksaan penunjang anak dengan sindrom Down adalah sebagai berikut:
1.      Neuroradiologi
Dapat menemukan adanya kelainan dalam struktur kranium, misalnya klasifikasi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial.
2.      Ekoensefalografi
Dapat memperlihatkan tumor dan hematoma.
3.      Biopsy otak
Hanya berguna pada sejumlah kecil anak dengan retardasi mental. Juga tidak mudah bagi orang tua untuk menerima jaringan otak walaupun kecil sekalipun karena dianggapnya menambah kerusakan pada otak yang memang sudah tidak adekuat.
4.      Penelitian biokimiawi
Menentukan tingkat dari berbagai bahan metabolic yang diketahui mempengaruhi jaringan otak jika ditemukan dalam jumlah yang besar atau kecil, misalnya hipoglikemia pada neonatus premature, penumpukan glikogen otot dan neuron, deposit lemak dalam otak dan kadar fenilananin yang tinggi.
5.      Analisis kromosom
6.      Rontgent dada
7.      Ekokardiogram
8.      EKG
9.      Rontgent saluran pencernaan
10.  Dermatogiflik
Analisa jejak tangan dan kaki bergantian sebagai salah satu criteria untuk menegakkan diagnosis sindrom Down.
11.  Uji intelegensi standar (Stanford –Binet, Weschler, Bayley Scales of Infant Development)
12.  Uji perkembangan seperti Denver II
13.  Pengukuran fungsi adaptif (Vineland Adaptive Behavior Scales, Woodcock-Johnson Scales of Independent Behavior, School editor of The Adaptive Behavior Scales)

  1. KOMPLIKASI
Menurut Cecily L.B. (2002: 325), komplikasi yang dapat timbul akibat sindrom Down adalah sebagai berikut:
1.      Serebral palsi
2.      Gangguan kejang
3.      Gangguan kejiwaan
4.      Gangguan konsentrasi / hiperaktif
5.      Defisit komunikasi
6.      Konstipasi (Karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan anti konvulsi, kurang mengkonsumsi makanan berserat dan cairan).

  1. PENATALAKSANAAN
                   Menurut Soetjiningsih (1998: 217-220), anak dengan sindrom Down memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup hal-hal berikut:
1.      Penanganan secara medis
         Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi, kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari anggota keluarganya. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu dalam hal :
a.       Pendengaran
         70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes pendengaran secara berkala oleh ahli THT.
b.       Penyakit jantung bawaan
         30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan. Mereka memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.
c.       Penglihatan
         Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak. Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.
d.       Nutrisi
         Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat lainnya, akan terjadi gangguan pertumbuhan pda masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus justru terjadi obesitas pada masa dewasa atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerjasama dengan ahli gizi.
e.       Kelainan tulang
         Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi patella, subluksasio pangkal paha, atau ketidakseimbangan atlantoaksial. Bila keadaan yang terakhir ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, atau apabila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti kortikolis, maka diperlukan pemeriksaan radiologist untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologist.
f.        Lain-lain
         Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi masalah imunologi, gangguan fungsi metabolisme, atau kekacauan biokoimiawi.
 
  1. PENCEGAHAN
Menurut Soetjiningsih (1998: 220), konseling genetic, maupun amniosintesis pada kehamilan yang dicurigai, akan sangat membantu mengurangi angka kejadian sindrom Down. Saat ini dengan kemajuan biologi molecular, misalnya dengan “gene targeting”  atau yang dikenal juga sebagai “homologous recombination” sebuah gene dapat dinonaktifkan. Tidak terkecuali suatu saat nanti, gen-gen yang terdapat di ujung lengan panjang kromosom 21 yang bertanggungjawab terhadap munculnya fenotip sindrom Down dapat dinonaktifkan.




DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L., 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Jakarta: EGC.
Catzel, Pincus, 1995, Kapita Selekta Pediatri Edisi 2, Jakarta: EGC.
Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan maternitas Edisi 6, Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul, 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I, Jakarta: Salemba Medika.
Hinchliff, Sue, 1999, Kamus Keperawatan, Jakarta: EGC.
Johnson, Marion, 1997, IOWA INTERVENTION PROJECT, Nursing Outcome Classification ( NOC ), St. Louis: Mosby.
Mc. Closkey, Joanne C., 1996, IOWA INTERVENTION PROJECT, Nursing Intervention Classification ( NIC ). St. Louis: Mosby.
Pilliteri, Adele, 1999, Maternal and Child Health Nursing, New York: Lippincott.
Price, Sylvia Anderson, 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.
Ramali, Ahmad, 2005, Kamus Kedokteran, Jakarta: Djambatan.
Sacharin, Rosa M., 1994, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Jakarta: EGC.
Soetjiningsih, 1998, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak: FKUI.
Wong, Donna L., 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Jakarta: EGC.
_______, 2008, Sindrom Down, Terdapat pada: www.medicastore.com. Diakses tanggal 11 Juni 2008



No comments:

Post a Comment

 
 
Blogger Templates