Download versi lengkap disini
A. PENGERTIAN
1. Thalasemia adalah anemia hemolitik yang diturunkan secara resesif dan herediter (Mansjoer, Arif, 2000 : 497).
2. Thalasemia adalah sekelompok penyakit / kelainan herediter yang disebabkan oleh adanya defeck produksi hemoglobin normal, akibat kelainan sintesis globin dan biasanya disertai kelainan morfologi eritrosit dan indeks erittrosit (Soeparman dan Waspadji, 1990).
3. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Ngastiyah, 2005).
4. Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mandel.
B. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang menghasilkan keturunan thalasemia (homozigot) (Harnawartiaj, 2008).
C. PATOFISIOLOGI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Keadaan ini dapat menyebabkan pembentukan hemoglobin kurang dari normal yang dapat menyebabkan anemia primer. Primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Hal ini dapat mengakibatkan lemas, pucat, konjungtiva anemis, pembesaran jantunh dan lemah. Keadaan thalasemia juga dapat menyebabkan defisiensi asam folat bertambah, volume plasma intravaskuler akan mengakibatkan hemodelusi dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limpa dan hati sehingga mengakibatkan anemia sekunder (Mansjoer, Arif, 2000).
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang muncul pada penderita thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan dan splenomegali. Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain : letargi, pucat, anoreksia, sesak napas, dan menipisnya tulang kartilago (Harnawatiaj, 2008).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada hapusan darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis, dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien thalasemia jugamempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa / beta terhadap retikulo sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai beta (Ngastiyah, 2005).
2. Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan hair-on-end yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks (Harnawartiaj, 2008).
3. Analisis DNA, DNA probing, gone blotting, dan pemeriksaan PRC (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju (Harnawartiaj, 2008).
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (2005), hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 g%) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis. Di samping itu, diberikan berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat besi tidak boleh.
Menurut Harnawartiaj, 2008, penatalaksanaan pada pasien thalasemia yaitu :
1. Transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar Hb 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
2. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari) jika diit buruk.
3. Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit daerah transfusi.
4. Vitamin C 200 mg untuk meningkatkan ekskresi besi dihasilkan oleh desferioksamin.
5. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
6. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
G. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dari proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah tinggi, sehingga tertimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromotosis). Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan, kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung (Ngastiyah, 2005).
H. PROGNOSIS
Thalasemia minor atau trait umumnya mempunyai prognosis baik dan dapat hidup seperti biasa (Harnawatiaj, 2008).
I. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counseling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 heterozigot (carier) menghasilkan keturunan : 25% thalasemia (homozigot), 50% carier (heterozigot), dan 25% normal (Harnawartiaj,2008).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan thalasemia heterozigot, salah satu jalan keluarnya adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50% dari anak yang lahir adalah carier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion pada ibu hamil dengan masa kehamilan antara 10 minggu hingga 16 minggu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokatus (Soeparman, dkk, 1996).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA THALASEMIA MINOR
A. PENGKAJIAN
Fokus pengkajian perawatan untuk pasien thalasemia menurut Cindy Smith Greenberg (1998 : 263), hal yang perlu dikaji adalah :
1. Riwayat yang berhubungan dengan riwayat kelahiran anak (neonatus), penekanan imun, splenektomy, imunisasi hepatitis, DPT, BCG, Polio, transfusi 3 kali, penyakit dahulu, diare, batuk.
2. Data Objektif
Pemeriksaan fisik meliputi tingkat kesadaran, tingkat energi, lokasi atau karakteristik penyakit, ulserasi kulit, pucat, lemas, kulit ikterik, distensi perut, hepatomegali, splenomegali, pembesaran jantung, pergerakan ekstrim, inflamasi pada jari-jari, nyeri, kemerahan, lemah.
3. Psikososial atau faktor perkembangan
Tingkat perkembangan, rencana masa depan, respon anak atau orang tua terhadap penyakit kronik, tahap atau tingkat kehilangan dan koping, kebiasaan.
4. Data Subjektif
a. Pemahaman klien atau keluarga tentang penyakit
b. Riwayat thalasemia
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mandel. Factor genetic ini diturunkan dari perkawinan antara 2 heterozigot (carier) menghasilkan keturunan : 25% thalasemia (homozigot), 50% carier (heterozigot), dan 25% normal.
P ♀ Thth x ♂ Thth
Thalasemia Minor Thalasemia Minor
F1
♀ ♂
|
Th
|
th
|
Th
|
ThTh
Thalasemia Mayor
|
Thth
Thalasemia Minor
|
th
|
Thth
Thalasemia Minor
|
Thth
Normal
|
Dari perkawinan antara 2 heterozigot (carier) dihasilkan :
25% Thalasemia mayor atau Thalasemia homozigot
50% Thalasemia minor atau Thalasemia heterozigot (carier)
25% normal
(Suryo, 2003 : 110)
5. Data Penunjang menurut Suryo (2003 : 110)
a. Pemeriksaan darah tepi
1) Kadar konsentrasi Hb menurun dapat sampai 2-3 g%.
2) Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik dan hipokromik sedang, hitung darah sel darah merah normal
3) Retikulosit meningkat.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus thalasemia berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan NANDA (2006) adalah :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2 dengan kebutuhan.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan sekunder tidak adekuat.
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
C. FOKUS INTERVENSI
Intervensi menurut Wilkinson, J.M (2007) Nursing Interventions Classification (NIC) dan hasil yang diharapkan menurut Nursing Outcomes Classification (NOC) antara lain :
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi penurunan berat badan
b. Asupan nutrisi adekuat
c. Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi
Skala :
1 = Tidak adekuat
2 = Ringan
3 = Sedang
4 = Kuat
5 = Adekuat total
NIC : Pengelolaan nutrisi
Aktivitas :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ketahui makanan kesukaan pasien
c. Anjurkan makan sedikit tapi sering
d. Timbang berat badan dalam interval yang tepat
e. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2 dengan kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien dapat beraktivitas seperti biasa.
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
a. Menyadari keterbatasan energi
b. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
Skala :
1 = Tidak sama sekali
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu
NIC : Pengelolaan energi
Aktivitas :
a. Tentukan penyebab keletihan (misalnya karena perawatan, nyeri, dan pengobatan)
b. Pantau respon O2 pasien terhadap aktivitas perawatan diri.
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan waktu.
d. Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misal berubah posisi sesuai kebutuhan).
e. Batasi rangsang lingkungan (kebisingan).
f. Berikan istirahat adekuat.
g. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan perfusi jaringan efektif.
NOC : Perfusi jaringan : perifer
Kriteria hasil :
a. Kulit utuh, warna normal
b. Suhu ekstrim, hangat
c. Tingkat sensasi normal
Skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak terganggu
NOC : Penatalaksanaan sensasi perifer
Aktivitas :
a. Kaji tingkat rasa tidak nyaman.
b. Pantau adanya kesemutan.
c. Pantau penggunaan alat yang panas atau dingin.
d. Periksa kulit setiap hari dari adanya perubahan integritas kulit.
e. Diskusikan dan identifikasi penyebab dari sensasi tidak normal atau perubahan sensasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoerrachman, M.H, dkk. 1998. Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
Harnawartiaj. 2008. Askep Thalasemia, terdapat pada www.wordpress.com, diakses tanggal 5 Juni 2008.
Hoffbrand, A.V dan Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi Edisi 2. Jakarta : EGC.
NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Yogyakarta : Prima Medika.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : EGC.
Saccharin, M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment