v Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernapasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernapasan dalam bernada tinggi atau melengking.
v Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan serangan batuk penjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003).
v Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain oenyakit ini adalah tussis quirita, whooping cough, batuk rejan. (Mansjoer, 2000).
v Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernapasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal desrtai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993).
v Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992).
B. ETIOLOGI
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :
Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).
Suatu penyakit sejenis telah di hubungkan denganinfeksi oleh bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
1. Berbentuk batang (coccobacilus).
2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 550 C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah(00-100c)
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicilin, eritomisin, tetapi resisten terhadap penisilin.
8. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
- Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin).
- Endotoksin (Lipopolisakarida).
- Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin).
- Endotoksin (Lipopolisakarida).
C. PATOFISIOLOGI
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksin seperti endotoksin, pertusinogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosit dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hiperplasia limfoid penbronklas yang disusut dengan nekrosis yang mengenai lapisan tengah bronkus, terjadi bronkopneumonia diserati nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkiolus dan atelektasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan – percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat – alat makan yang dicemari kuman - kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan orang yang menderita pertusis dapat menularkanya kepada orang lain selama sampai tiga minggu setelah batuk mulai.
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium kataralis / stadium prodromal / stadium pro paroksismal.
Ø Lamanya 1-2 minggu
Ø Gejala permulaanya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas yaitu timbulnya rinore dengan lendir yang jernih.
¨ Kemerahan konjungtiva, lakrimasi.
¨ Batuk dan panas ringan.
¨ Anoreksia.Kongesti nasalis.
Ø Pada tahap ini kuman paling mudah di isolasi.
Ø Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan dengan comon cold.
Ø Batuk yang timbul mula – mula malam hari , siang hari menjadi semakin hebat , sekret pun banyak dan menjuadi kental dan lengket.
2. Stadium paroksismal / stadium spasmodic.
Ø Lamanya 2 – 4 minggu.
Ø Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop ( batuk yang bunyinya nyaring ) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas dengan cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking ( whoop )dan diakhiri dengan muntah.
Ø Batuk ini dapat berlangsung terus menerus , selam beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
Ø Selama serangan, wajah merah, / sianosis, mata tampak menonjol , lidah terjulur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
Ø Batuk mudah dibangkitkan oleh stres emosional misal menangis dan aktifitas fisik ( makan, minum, bersin dan lain – lain )
3. Stadium konvalesens.
Ø Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal.
Ø Gejala yang muncul antara lain :
¨ Batuk berkurang
¨ Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang.
¨ Anak merasa lebih baik.
¨ Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan – bulan akibat gangguan pada saluran pernafasan.
E. KOMPLIKASI
A. Pada saluran pernafasan.
v Bronkopneumonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan timbulnya pus pada bronki, kental sulit dikeluarkan berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri.
Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak – bercak infiltrat tersebar.
v Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan dengan nasopharing, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbatan tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat pecaha melalui gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
v Bronkhitis
Batuk mula – mula kering, setelah beberapa hari timbul mlendir jernih yang kemudian berubah menjadi purulen.
v Atelektasis
Timbul akibat lendir kental yang dapat menyumbat bronkioli.
v Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
v Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lendir yang kental dan disertai infeksi sekunder.
v Aktivitas tuberkulosa
v Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak – anak sehingg adapat menyebabkan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian mendadak.
B. Pada saluran pencernaan.
v Emasiasi dikarenakan oleh muntah – muntah yang berat.
v Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
v Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
v Stomatitis
C. Pada system syaraf pusat.
Terjadi kejang karena :
v Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama.
v Perdarahan sub aracknoid yang massif.
v Ensefalopat, akibat atrofi kortika yang difus.
v Gangguan elektrolit karena muntah.
Komplikasi lain
a. Hemaptisis akibat batuk yang hebat sehingga menyebabkan tekanan venous meningkat dan kapiler pecah.
b. Epistaksis dan perdarahan sub conjungtiva.
c. Malnutrisi karena anoreksia dan infeksi sekunder.
F. PENATALAKSANAAN
1. Anti mikroba
Pemakaian obat – obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini di anggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenicol ataupun tetrasilkin. Dosis yang dianjurkan 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 4 dosis selama 5 – 7 hari.
2. Kortikosteroid
Ø Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB / hari.
Ø Hidrokortison suksinat ( sulokortef ) I.M dosis 30 mg/kg BB/hari kemudian diturunkan perlahan dan dihentikan pada hri ke – 8.
Ø Prednison oral 2,5 – 5 mg/hari
Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan serangan proksimal.
3. Salbutamol
Efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja :
a. Beta 2 adrenergik stimulan
Ø Mengurangi paroksimal khas.
Ø Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop.
Ø Mengurangi frekuensi apneu.
Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg/kg Bb/ hari dibagi dalam 3 dosis.
b. Terapi suportif
Ø Lingkungan perawatan penderita yang tenang.
Ø Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral.
Ø Pembersihan jalan nafas.
Ø oksigen
G. PENCEGAHAN
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama vaksin difteri dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2 bulan.
Kontra indikasi pemberian faksin pertusis :
Ø Panas lebih dari 380C.
Ø Riwayat kejang.
Ø Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya : suhu tinggi dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainya.
DAFTAR PUSTAKA
Surradi, Yuliani Rita. ( 2001 ). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
Ngastiyah. ( 2005 ). Perawatan anak sakit edisi II. Jakarta : EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. ( 2006 ). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta : Salemba Medika.
Wong, Donna L. ( 2003 ). Pedoman klinis keperawatan pediatrik Jakarta : EGC
Short, John Rendle, dkk. ( 1994 ). Ikhtisar penyakit anak. jakarta :P Binarua Aksara.
Handayani Sarwo. P Muljati. Mariani Siti. S Farida. Sumarno. Parwati Dewi. 2000. Respon terhadap antigen proaktif vaksin pertusis seluler dan aseluler pada mencit. Terdapat pada : http:// www.medicastro.com ( 25 April 2007 ).
Republika. ( 2003 ).Pertusis. Terdapat pada http:// www.republika.co.id . ( 23 maret 2007 ).
RS Mitra Kemayoran. ( 2007 ). DPT. Terdapat pada : http:// www.mitrakeluarga.com . ( 23 maret 2007 ).
No comments:
Post a Comment