Pages

Ads 468x60px

About

Blogger news

Blogroll

Blogger news

12/10/2012

Hypoparatiroidisme




Download versi lengkap disini

A.   Definisi
Hypoparatiroidisme adalah penurunan produksi hormone oleh kelenjar paratiroid, menyebabkan kadar kalsium dalam darah rendah. Hipokalsemia menyebabkan eksitabilitas neuromuskular dan kontraksi muscular.
Bagian tubuh yang terkena adalah kelenjar paratiroid pada leher, gigi, yang mempengaruhi semua jaringan tubuh, terutama jantung, pembuluh darah, tulang, ginjal, gastrointestinal, saraf pusat dan kulit,menyerang pada semua jenis kelamin dan umur

B.   Etiologi
Hypoparatiroidisme dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
  1. Sekresi hormone paratiroid yang kurang adekuat akibat suplai darah terganggu. hypofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid. Hal ini merupakan penyebab hypoparatiroidisme yang paling sering ditemukan.
  2. Komplikasi pembedahan pada jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi, atau diseksi radikal leher.
  3. Radiasi atas kelenjar tiroid
  4. Gangguan autoimun genetik
  5. Cedera leher
  6. Hemoksomatosis
Risiko terjadinya hypoparatiroidisme meningkat apabila terdapat: 
  1. Infeksi
  2. Kehamilan
  3. Obat diuretik
C.   Patofisiologi
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intestinal kalsium dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan eksresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hipofosfaturia dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsiuria.
D.   Manifestasi Klinik
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas sistem neuromuscular dan turut menimbulkan gejala utama hypoparatiroidisme yang berupa tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot menyeluruh dengan disertai:
ü  Tremor
ü  Konstriksi spasmodic/ tak ter koordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunteer
  1. Pada Tetanus Laten
a.       Gejala patirasa
b.      Kesemutan dan kram pada ekstremitas dengan keluhan perasaaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki
Pada tetanus laten, ditunjukkan oleh tanda Trousseau atau tanda Chvostek yang positif.
Ø  Tanda trousseau dianggap positif apabila terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat  penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 menit dengan manset tensimeter.
Ø  Tanda chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan di mulut, hidung, dan mata
  1. Pada Tetanus yang Nyata (Overt):
a.       Bronkospasme
b.      Spasme laring
c.     Spasme karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal)
d.      Disfagia
e.       Fotofobia
f.        Aritmia jantung
g.       Kejang
h.       Ansietas
i.         Iritabilitas
j.        Depresi, kemunduran mental, psikosis
k.      Kulit bersisik dan kuku patah

E.   Komplikasi
1.      Katarak
2.      Kerusakan otak
3.      Ketidaknormalan denyut jantung dan gagal jantung kongestif

F.    Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9 hingga 10 mg/dl (2,2 hingga ,5 mmol/L) dan menghilangkan gejala hypoparatiridisme serta hipokalsemia
  1. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus diberikan adalah pemberian kalsium glukonas intravena.
Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas neuromuscular dan serangan kejang, preparat sedative, seperti pentobarbital dapat diberikan.
  1. Pemberian preparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus.
Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaaan preparat ini dibatasi hanya pada pasien hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
  1. Preparat vitamin D dengan dosis  yang bervariasi biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
a.       Dihidrotakiserol (AT 10 atau Hytakerol)
b.      Ergokal siferol (vitamin D2)
c.       Kolekalsiferol (vitamin D3)
  1. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernapasan.
  1. Diet tinggi kalsium rendah fosfor
Ø  Meskipun susu, produk susu dan kuning telur merupakan makanan yang tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfornya tinggi.
Ø  Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak larut.
Ø  Tablet oral garam kalsium, seperti kalsium glukonat,dapat diberikan suplemen dalam diet.
Ø  Gel alumunium hidroksida atau alumunium karbonat (gelusil, amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan ekskresi lewat traktus gastrointestinal.
  1. Pengaturan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia sangat memerlukan lingkungan tersebut.






ASUHAN KEPERAWATAN


A.   Pengkajian
ü  Kaji dengan cermat klien yang berisiko untuk mengalami hypoparatiroidisme akut, seperti pada klien pascatireidektomi, terhadap terjadinya hipokalsemia.tanyakan tentang adanya manifestasi bekas atau semutan di sekitar mulut atau ujung jari tangan atau jari kaki.
ü  Periksa terhadap tanda chvosteks atau trousseaus positif
ü  Mengkaji manifestasi distress pernafasan sekunder terhadap laringospasme
ü  Perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering
ü  Kaji terhadap sindrom Parkinson atau adanya katarak
  1. Riwayat penyakit
Ø  sejak kapan klien menderita penyakit
Ø  apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama
Ø  apakah klien pernah mangalami tindakan operasi khususnya  pengangkatan kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid
Ø  apakah ada riwayat penyinaran leher
  1. Keluhan utama, meliputi:
Ø  kelainan bentuk tulang
Ø  perdarahan yang sulit berhenti
Ø  kejang-kejang, kesemutan dan lemah
  1. Pemeriksaan fisik, mencakup:
Ø  kelainan bentuk tulang
Ø  tetani
Ø  tanda trosseaus dan chovsteks
Ø  pernapasan berbunyi (stridor)
Ø  rambut jarang dan tipis; pertumbuhan kuku buruk,deformitas dan mudah patah; kulit kering dan kasar
B.   Pemeriksaan Penunjang
  1. Sample darah dan urine
Ø  Untuk pemeriksaan kadar kalsium serum
Ø  Kadar kalsium serum berkisar dari 5-6 mg/dl (1, hingga 1,5 mmol/L) atau lebih rendah lagi, kadar fosfat dalam serum meningkat.
  1. EKG
  2. Sinar X dari tulang untuk mendeteksi peningkatan densitas tulang.
Hasil pemeriksaan sinar X tulang akan memperlihatkan peningkatan densitas.
Klasifikasi akan terlihat pada foto roentgen yang dilakukan terhadap jaringan subkutan atau basal ganglia otak.

C.   Diagnosa Keperawatan
1.      Pola napas tidak efektif b.d. hipertonia otot pernapasan
2.      Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d. penurunan absorpsi intestinal.
3.      Intoleransi aktivitas b.d. kekakuan ekstremitas
4.      Resiko cedera b.d. kejang

D.   Intervensi
1.      DX I    : Pola napas tidak efektif b.d. hipertonia otot pernapasan
v  NOC         : Fungsi Otot
Ø  Tujuan : Pola napas kembali normal dan efektif
Ø  Kriteria hasil
a.       Kekuatan kontraksi otot
b.      Irama otot
c.       Massa otot
d.      Kecepatan bergerak
e.       Kontrol pergerakan
Skala:   1 = Sangat kompromi
                                    2 = Cukup kompromi
                                    3 = Sedang kompromi
                                    4 = Sedikit kompromi
                                    5 = Tidak kompromi
v  NIC           : Peningkatan relaksasi otot
a.       Monitor kebutuhan pasien akan oksigen
b.      Monitor kemampuan otot pernapasan dalam bernapas
c.       Berikan tindakan untuk mencegah terjadinya ganguan
d.      Atur posisi yang tenang dan menyenangkan
e.       Ajurkan pasien untuk bernapas dengan dalam dan pelan

2.      DX II  : Ketidakseimbangan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) b.d.
                                penurunan absorpsi intestinal.
v  NOC         : Status nutrisi
Ø  Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Ø  Kriteria hasil
a.       Laporkan nutrisi adekuat
b.      Masukan makanan dan cairan adekuat
c.       Energi adekuat
d.      Massa tubuh normal
e.       Ukuran biokimia normal
Skala:   1 = Sangat kompromi
                                    2 = Cukup kompromi
                                    3 = Sedang kompromi
                                    4 = Sedikit kompromi
                                    5 = Tidak kompromi
v  NIC           : Terapi Nutrisi
a.       Monitor makanan/cairan yang dicerna dan hitung masukan kalori tiap hari
b.      Tentukan makanan kesukaan dengan mempertimbangkan budaya dan keyakinannya
c.       Kolaborasi: Tentukan makanan yang tepat sebagai program diet
d.      Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak
e.       Dorong masukan makanan tinggi kalsium
f.        Dorong masukan makanan dan cairan rendah pospor

3.      DX III : Intoleransi aktivitas b.d. kekakuan ekstremitas tubuh
v  NOC         : Perawatan diri: ADL
Ø  Tujuan : Aktivitas (ADL) kembali normal
Ø  Kriteria hasil
a.       Makan
b.      Memakai pakaian
c.       Mandi
d.      Jalan
e.       Duduk
Skala:   1 = Tidak mandiri
                                    2 = Dengan bantuan orang dan alat
                                    3 = Dengan bantuan orang
                                    4 = Dengan bantuan alat
                                    5 = Mandiri
v  NIC           : Terapi aktivitas
a.       Rencanakan dan monitor program aktivitas yang tepat.
b.      Bantu memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuannya
c.       Bantu untuk memfokuskan apa yang dapat pasien lakukan.
d.      Buat lingkungan yang aman buat pasien
e.       Berikan reinforcement kepada pasien atas kemampuannya.
f.        Monitor respons emosi, fisik, social, dan spiritual dalam aktivitas.

4.      DX IV : Resiko cedera b.d. kejang
v  NOC         : Kontrol Resiko
Ø  Tujuan : Resiko cedera terkontrol dan berkurang
Ø  Kriteria hasil
a.       Mengetahui resiko
b.      Memonitor faktor resiko lingkungan
c.       Memonitor faktor resiko perilaku individu
d.      Mengembangkan strategi kontrol resiko yang efektif
e.       Memonitor perubahan status kesehatan
Skala:   1 = Tak pernah menunjukkan
                                    2 = Jarang menunjukkan
                                    3 = Kadang menunjukkan
                                    4 = Sering menunjukkan
                                    5 = Selalu menunjukkan
v  NIC           : Manajemen keamanan lingkungan
a.       Identifikasi tingkat kebutuhan pasien akan keamanan
b.      Identifikasi bahaya yang ada di lingkungannya
c.       Atur lingkungan untuk meminimalkan resiko cedera
d.      Gunakan alat pelindung atas situasi yang berbahaya
e.       Monitor lingkungan untuk perubahan status keamanan
f.        Awasi pasien terhadap tindakan yang membahayakan




DAFTAR PUSTAKA


Griffin, winter. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Jakarta: Arca.
Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.
NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby.
McCloskey, Cjoane, dkk. 1995.NIC. Jakarta: Morsby.
www. Goegle. com.



No comments:

Post a Comment

 
 
Blogger Templates