Pages

Ads 468x60px

About

Blogger news

Blogroll

Blogger news

1/25/2013

Ensenfalitis





A.     PENGERTIAN
Ø  Ensenfalitis adalah radang selaput otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, protozoa, ricketsa atau virus (Mansjoer, 2000).
Ø  Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (FKUI, 2000).
Ø  Ensefalitis adalah proses memicu produksi CSS yang diubah fungsinya pada bermacam bagian pada otak dan sum-sum tulang belakang (whaley dan wong).
Ø  Ensefalitis adalah suatu peradangan otak, dan diagnosanya dapat ditegakkan hanya melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak.
Ø  Ensefalitis adalah inflamasi otak atau peradangan gerak batas sel-sel otak terhadap serangan kuman-kuman penyakit (www.perpustam.com).

B.     ETIOLOGI
1.      Infeksi Viral
a.       Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok enterovirus, kelompok herpes, kelompok pox, influenza A dan B.
§  Gondongan                      : sering, kadang-kadang bersifat ringan
§  Campak                          : dapat memberikan sekuele berat
§  Kelompok Enterovirus     : sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.
§  Rubella                            : jarang, kecuali pada rubella congenital
§  Kelompok virus herpes
     V. Herpes simpleks (tipe 1 dan 2)   : relatif sering, sekuele sering ditemukan, pada neonatus menimbulkan kematian.
     V. Varisela zoster, jarang                : sekuele, berat sering ditemukan
§  Kelompok virus pox
     Vaksina dan variola : Jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan sistem saraf pusat berat
b.      Lewat Antropoda: Eastern eguine, western eguine, dengue, colovado tick fever
Virus Arbo: Menyebar kemanusia melalui nyamuk, caplak: epidemic musiman tergantung pada ekologi vektor serangga, berikut ini terjadi di Amerika Serikat, Eastern eguine, Western Eguine, Venezuela Eguine, St. Couis, California, Powass.

2.      Infeksi Non Viral
a.       Rickettsia   : komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.
b.      Mycoplasma pneumoniae terdapat interval beberapa hari antara gejala TB dan bakteri lain: sering mempunyai komponen ensefalitik.
c.       Bakteri       : meningitis tuberkulosa dan bacterial sering punya komponen ensefalitis
d.      Spirocheta  : Sifilis, Leptospirosis, congenital/akuisita.
e.       Cat-scratch ferer
f.        Jamur         : penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai risiko khusus, kriptokokus, histoplasmosis, aspergilasis, mukomikosis, kondidiasis, koksidiomikosis.
g.       Protoza      : plasmodium sp; try panosoma sp, acanthamoeba, tripanosoma, toksoplasma.
h.       Metazoan   : trichinosis, ekinokokosis, sistiserkosis, skistosomiasis.

3.      Penyebab Lain
Invasi langsung cairan serebro spinal selama punksi lumbal.


C.     PATOFISIOLOGIS
Pada umumnya virus ensefalitis termasuk system limfatik, baik berasal dari menelan entero virus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain, di dalam sistem limfatik terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ditemukan penyakit demam non pleura, sistematis tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakkan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar, invasi kesusunan saraf pusat akan diikuti oleh bakteri klinis adanya penyakit neurologis.
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh:
1.      Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berpoliferasi aktif
2.      Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus.
 Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus. Sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai.
Penentuan besarnya kerusakan sistem saraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi terapeutik. Agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang menekan respon kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain.

D.    MANIFESTASI KLINIS
Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:
1.      Berat dan lokali anatomis susunan saraf yang terlibat.
2.      Patogenesis agen yang menyerang
3.      Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita (faktor pejamu). Meskipun penyebabnya berbeda-beda gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis dan umumnya didapatkan:


-         Suhu yang mendadak tinggi
-         Kelemahan pada badan
-         Sakit Kepala
-         Mual dan muntah
-         Kejang
-         Tremor
-         Sulit berbicara
-         Masalah-masalah gangguan saraf.


v  Manifestasi klinis bervariasi sesuai dengan programnya
v  Masa prodomal berlangsung antara 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggrokan, malaise, nyeri ekstremitas, pucat, letargi.
v  Tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuro. Gejalanya berupa: gelisah iritabel, screaming attack, perubahan perilaku gangguan kesadaran dan kejang, kaku kuduk, koma, diplopia, delirium, konfusi, kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralysis saraf otak
v  Ruam kulit kadang didapatkan pada beberapa tipa ensefalitis misalnya pada enterovirus dan varisella zoster.
v  Pada kasus yang ringan ensefalitis gejalanya demam, sakit kepala, tidak nafsu makan, kelemahan atau tanda sakit yang umum.
v  Pada kasus ensefalitis yang lebih parah, seseorang mengalami demam yang lebih parah, sakit kepala yang lebih parah, mual dan muntah, kaku leher, ukuran pupil yang berbeda, bingung, disorientasi, perubahankepribadian, masalah pada pendengaran dan ucapan, halusinasi, pandangan ganda, sulit menggerakkan tangan atau kaki, gerakan yang sulit, kesulitan berjalan, kehilangan sensasi dari beberapa bagian tubuh, kehilangan memori, mengantuk, koma, kadang mengalami kejang.
v  Pada bayi lebih sulit dideteksi, tapi dari tanda yang ada seperti muntah, odema, fotanela, menangis, tidak semuanya ada pada anak.

E.     PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan pada penderita ensefalitis (Monsjoer, 2000) adalah sebagai berikut:
1)      Rawat di rumah sakit
2)      Pelaksanaan secara umum tidak spesifik. Tujuannya adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan enternal dan parenteral menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah.
3)      Atasi kejang
4)      Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial dapat diberikan manitol 0,5 – 2 gr/kg BB intra vena dalam periode 8 -12 jam.
5)      Bila pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorokan, paralis pita suara dan otot napas, dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.
6)      Pada Ensefalitis Herpes dapat diberikan asiklovir 10 mg/kg BB/hari intra vena 8 jam selama 10 – 14 hari.
Menurut Purnawan junadi (1992) penatalaksanaan pada ensefalitis adalah:
1)      Obat-obatan anti konvulsi untuk memberantas kejang segera diberikan secara intra muskuler atau intra vena tergantung dari pada kebutuhan. Misalnya luminal atau valium, “intra venous fluid drif” langsung dipasang cairan tergantung pada keadaan anak.
2)      Terhadap hiperpireksia diberikan “Surface cooking” yang berupa es yang ditempatkan pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh darah besar misalnya pada kanan dan kiri leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
3)      Beri antipirektikum seperti asetosal
4)      Glukosa 20 %, 10 ml/IV untuk menghilangkan edema sel otak.
5)      Pemberian gamma globulin antibiotik (tetrasiklin intra vena yang berpengaruh pada virus).
Penatalaksanaan pada pasien dengan ensefalitis menurut Behrman dan Vaughan (1992) adalah:
1)      Untuk memantau tekanan intra kranial, digunakan sebagai pedoman untuk mengurangi edema serebral. Semua cairan, elektrolit dan obat-obatan diberikan parenteral.
2)      Pemberian Phenobarbital 5 – 8 mg/kg BB/24 jam untuk mencegah kejang-kejang. Bila kejang terus-menerus diberikan Diazepan (0,1-0,2 mg/kg BB) intra vena, dalam bentuk infus selama 3 menit.
3)      Untuk mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoxia serebri adalah pemberian:
·        Dexametason 0,5 mg/kg BB/24 jam intra muskuler. Diturunkan berang-sur-angsur setelah beberapa hari.
·        Untuk menurunkan tekanan intra kranial yang meninggi adalah manitol diberikan inra vena, sebagai larutan 20 % dengan dosis 1,5 – 2,0 gr/kg BB selama 30 – 60 menit. Pemberian ini dapat diulang setiap 8 – 12 jam. Gliserol melalui pipa nasogastrik dengan mempergunakan dosis 0,5 – 1,0 ml/kg yang diencerkan dengan dua bagian sari jeruk.
4)      Peralatan dan tenaga untuk menangani tindakan gawat darurat, seperti henti jantung dan henti pernapasan harus senantiasa dalam keadaan siap siaga.

F.      PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Akibat-akibat sisa yang melibatkan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan motorik, psikiatrik, epilatik, penglihatan atau pendengaran. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak tergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Ensefalitis fetalis oleh rubella sangat fatal, demikian pula infeksi virus sitomegalus akut generalitas disertai ensefalitis.
Komplikasi yang mungkin terjadi:
-         Retardasi mental
-         Iritable à anak menjadi mudah tersinggung
-         Gangguan motorik
-         Epilepsi
-         Emosi tidak stabil
-         Sulit tidur à Karena perasaan tidak enak badan dan sakit kepala
-         Halusinasi
-         Enuresis
-         Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial yang lain
Komplikasi awal ensefalitis meliputi sistem jantung, pernapasan dan neurologik biasanya mengenai batang otak. Ensefalitis dapat menyebabkan efek neurologis sisa setelah pemulihan. Pemulihan kompleks terjadi, namun kebanyakan kondisi kesehatan dan kemampuan anak mungkin berubah selamanya.
Kebanyakan orang dengan ensefalitis dapat pulih kembali dari beberapa kasus yang kecil. Pembengkakan dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan pada akhirnya terjadi komplikasi pada kemampuan belajar, masalah bicara, kehilangan memori, atau berkurang kontrol otot. Kerusakan otot jarang mengakibatkan terjadinya kematian. Bayi yang berumur kurang dari 1 tahun dan dewasa lebih dari 5 tahun adalah resiko tinggi kematian akibat ensefalitis. Herpes ensefalitis biasanya fatal jika tidak diobati dengan antiviral.

DAFTAR PUSTAKA


Berhman, Richard E, dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, vol 2. Jakarta: EGC.
Betz, cealy L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Brunner A Suddarth, 2005, Buku ajar keperawatan medikal bedah, ed.8, vol.3. Jakarta: EGC.
Griefffth, H. Winter. 1994. Buku Pimtar kesehatan. Jakarta: Arcar.
Harsono. 1995. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan anak. Jakarta: Salemba Medika.
Johnson, Marion. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC), second edition. Unoted State of American: Mosby.
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita selekta kedokteran, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Mc. Closkey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC), second edition. United State of America: Mosby.


No comments:

Post a Comment

 
 
Blogger Templates