Gonore adalah suatu penyakit bakteri yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoea, suatu diplococus gram negative (Lachlan, 1979, 108).
Gonore adalah penyakit kelamin yang pada pria permulaannya keluar nanah dari orifisium uretra eksterna dan pada wanita biasanya tanpa gejala, hanya kadang-kadang nanah keluar dari introitus vagina (Harahap, 1984, 54).
Gonore adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae (Mansjoer, 2000, 141).
Gonore adalah suatu infeksi membrane mukosa uretra dan traktus genetalis yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae (Taber, 1994, 216).
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae (Adhi, 1993, 307).
Gonore adalah penyakit yang mempunyai insiden yang tinggi diantara PHS, disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoeae (Andrianto, dkk, 1993, 307).
B. ETIOLOGI
Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada tahu 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal ada 4 spesies, yaitu N. Gonorrheae dan N. Meningitidis yang bersifat pathogen serta N. Catarrhalis dan N. Pharyngis Sicca yang bersifat komensal.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk diplokokus seperti biji kopi berukuran lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u, bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarna gram bersifat negative gram, terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 390C dan tidak tahan zat desinfektan.
Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah mukosa epitel kuboid/lapis gepeng yang belum berkembang (immature), yaitu pada vagina wanita belum pubertas.
C. PATOFISIOLOGI
Tempat infeksi primer terdapat pada epithelium tanpa keratin dan glandula dari traktus genitourinarius bagian bawah laki-laki dan wanita. Perluasan langsung secara local dari infeksinya akan mengenai bangunan-bangunan genitourinarius lainnya, sedang penyebaran infeksi melalui aliran darah mengakibatkan komplikasi metastase. Arthritis adalah metastase yang paling umum.
Hampir pada semua kasus infeksi genitalia karena gonokokus disebabkan oleh hubungan seks dengan seseorang yang pernah terkena infeksi. Infeksi non seksual pada wanita dewasa, misalnya dari tempat duduk WC/kloset atau handuk yang telah tercemar secara teoritis dapat terjadi.
Pada laki-laki interval anatar waktu implantasi gonokokus pada epithelium uretra dan munculnya gejala (inkubasi) biasanya bervariasi dari 4 – 7 hari. Masa inkubasi jarang melebihi 14 hari.
Gejala-gejala infeksi tersebut pada wanita sering kali sedikit atau diabaikan, akrena alasan-alasan tertentu.
(Lachlan, 1987, 108).
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Menurut Mc. Lachlan (1979)
Pada wanita, ujud lokal dari infeksi akut sangat bervariasi, dari keadaan normal bangunan-bangunan urogenital bawah sampai adanya tanda-tanda peradangan akut. Biasanya tanda-tanda pada vulva ditandai dengan sedikit secret, disertai pelebaran pembuluh darah orificium urethrae. Vagina berisi sedikit eksudat purulenta. Pada infeksi akut, serviks menunjukkan tanda-tanda peradangan : pelbaran pembuluh darah dan kongesti sekitar orificium dengan atau tanpa erosi yang jelas pada portio cervicis. Kadang-kadang pada stadium permulaan terlihat follicle yang purulen pada cervix.
2. Menurut Helen Varney ( 2001 : 61 )
Menurut Helen Varney ( 2001 : 61 ), tanda gejala dari gonore antara lain
- Pada umumnya asimtomatik pada saluran genital bagian bawah.
- Pada saluran genital atas.
- PRP akut.
- Nyeri abdomen bagian bawah.
- Uretritis.
- Nyeri tekan/rabas purulen yang berasal dari kelenjar Bartholin/skene, atau dari uretra.
- Rabas vagina berwarna kuning, mukopurulen atau purulen.
- Riwayat adanya bau rabas yang tidak menyenangkan, metorargi, dan menorargi.
E. KOMPLIKASI
Menurut Mansjoer (2000) :
Ø Pada Pria :
1) Tysonitis, biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan terjadi abses dan merupakan sumber infeksi laten.
2) Para uretritis, sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara para uretra.
3) Radang kelenjar Littre (littritis), tidak mempunyai gejala khusus. Pada urin ditemukan benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat dapat terjadi abses folikular. Diagnosis komplikasi ini ditegakkan dengan uretroskopi.
4) Infeksi pada kelenjar cowper (cowperitis), dapat menyebabkan abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan di daerah perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati, abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau rectum dan mengakibatkan proktitis.
5) Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak di daerah perineum dan supra pubis, malaise, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan obstipasi. Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan dan adanya fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati abses akan pecah, masuk ke uretra posterior atau ke arah rectum mengakibatkan proktitis.
6) Gejala prostatitis kronik ringan dan inter mitten, tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidak enak di perineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat teraba kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman gonokok.
7) Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimis akut. Gejala subjektif menyerupai gejala prostatitis akut, yaitu demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan sperma mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui rectum dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak dank eras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
8) Pada vas deferentitis atau fenikulitis, gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama.
9) Epididimitis akut biasanya unilateral dalam setiap epididimitis biasanya disertai vasdeferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan salah pengelolaan pengobatan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan tersa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
10) Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria. Gejalanya berupa poliuri, disuria terminal, dan hematuria.
Ø Pada Wanita :
1) Para uretritis. Kelenjar para uretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
2) Kelenjar Bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah, dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien berjalan dan pasien sukar duduk. Abses dapat timbul dan pecah melalui mukosa atau kulit. Bila tidak diobati dapat rekurens atau menjadi kista.
3) Salpingitis, dapat bersifat akut, sub akut atau kronis.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram negative, intraseluler dan ektraseluler, leukosit PMN. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah setelah fosanavikularis, sedangkan pada wanita diambil dari serviks, uretra, muara kelenjar bartholin dan rectum.
2. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur). Dua macam media yang dapat digunakan :
a) Media transpor, misalnya media Transgrow (merupakan gabungan media transpor dan pertumbuhan yang selektif dan nutritive untuk N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis).
b) Media pertumbuhan, misalnya Mc. Leod’s chocolate agar, media Thayer Martin (selektif untuk mengisolasi gonokok), agar Thayer Martin yang dimodifikasi.
3. Tes Definitif
a) Tes oksidasi. Semua Neisseria memberi reaksi positif.
b) Tes fermentasi. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.
4. Tes β – Laktamase
Hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim β – Laktamase.
5. Tes Thomson
Dengan penampungan urin pagi dalam dua gelas, tes ini digunakan untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
Pada sarana pelayanan kesehatan di luar rumah sakit (puskesmas, klinik/praktek pribadi), pemeriksaan gram sudah cukup memadai (Mansjoer, A., 2000 : 145).
6. Tes Oksidasi, untuk mengetahui aktivitas oksidasi (oxidase activity).
7. Tes Fermentasi karbohidrat, terhadap glukosa, maltose, laktosa, dan fruktosa.
8. Tes Iodometrik
9. Tes Asidometrik
(Harahap, Marwali. 1984 : 57).
10. Biakan Serviks
Usapan lidi kapas steril diinsersi ke dalam kanalis servikalis setelah menyingkirkan mucus dari ostium uteri eksternum. Kemudian usapan digerakkan dari sisi ke sisi untuk mengambil contoh dari kripta dan kemudian dipertahankan dalam endoserviks beberapa detik untuk absorbsi. Kemudian usapan digulirkan dengan pola “Z” besar diatas medium Thayer – Martin dalam cawan biakan. Kemudian inokulasi primer dilintas silangkan segera dengan kawat atau ujung usapan yang steril. Biakan ditempatkan dalam suasana yang diperkaya dengan karbondoiksida (misalnya candle jar) dalam 15 menit dan dikirim ke laboratorium secepat mungkin.
11. Biakan Rektum
Usapan lidi kapas steril diinsersikan kira-kira 1 inci ke dalam saluran anus. Usapan digerakkan dari sisi ke sisi untuk mengambil contoh dari kripta dan dibiarkan di tempat 10 – 30 detik untuk absorbsi organisme di atas uasapan. Jika usapan kurang hati-hati akan tertekan ke dalam feses, sehingga pemeriksaan harus diulang dengan usapan yang bersih.
12. Biakan Tenggorok
Faring posterior dan kripta tonsil diusap. Keadaan ini diindikasikan pada pasien-pasien yang telah mengalami kontak seksual secara oral.
(Taber, B., 1994 : 218).
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa.
q Pada masa kehamilan, berikan salah satu antibiotika di bawah ini :
- Ampisilin 2gr IV dosis awal, lanjutkan dengan 3x1 gr oral selama 7 hari.
- Ampisilin + Sulbaktan 2,25 gr oral dosis tunggal.
- Spektinomisin 2gr IM dosis tunggal.
- Sefriakson 500mg IM dosis tunggal.
q Bila pada masa nifas diberikan salah satu antibiotika berikut ini :
- Siproflosasin 1gr oral dosis tunggal.
- Trimethoprim + Sulfamethoksazol (160mg + 800mg) 5 kaplet dosis tunggal.
q Ofthalmia neonatorum (konjungtivitis) yang disebabkan oleh gonorea (waktu bayi melalui jalan lahir) diobati dengan gentamisin tetes mata 3x2 tetes dan salah satu antibiotika di bawah ini :
- Ampisilin 50mg/kgBB IM selama 7 hari.
- Amoksisiklin + Asam Klavulanat 50mg/kgBB IM selama 7 hari.
- Sefriakson 50mg/kgBB IM dosis tunggal.
2. Non Medikamentosa.
v Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang :
- Bahaya PMS terhadap ibu dan bayi yang dikandungnya/dilahirkannya.
- Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan.
- Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.
- Hindari hubungan sexual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan.
- Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa datang.
v Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya.
v Buat jadwal kunjungan ulang dan pastikan pasien (dan pasangannya) akan menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
Mansjoer (2000), Saifuddin (2000).
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi, dkk. (1993). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta : FKUI.
Gibson, John. (1992). Diagnosa gejala penyakit untuk para perawat. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Grimble, AS. (1979). Pedoman diagnosa dan pengobatan penyakit kelamin. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Harahap, M. (1984). Penyakit menular seksual. Jakarta : PT. Gramedia.
Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.
Saifuddin, AB. (2000). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Suzanne, C. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC.
Taber, Ben-Zion. (1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta : EGC.
Verney, H., Kriebs, Jan M., Gegor, Carolyn L. (2001). Buku saku bidan. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment