Pages

Ads 468x60px

About

Blogger news

Blogroll

Blogger news

1/18/2013

Sectio caesarea





Download versi lengkap disini

 A.   PENGERTIAN
ü Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim [Mansjoer , 2000].
ü Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram [Wiknjosastro, 1994].
ü Sectio caesarea adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim  [Bagian Obstetri dan Ginekologi, 1985].
ü Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio saesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim [Mohtar, 1998].

C.  INDIKASI
Menurut Wiknjosastro [1994];
Ø Indikasi ibu.
·  Panggul sempit absolut
·  Tumor–tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
·  Stenosis serviks/ vagina.
·  Plasenta previa.
·  Disporposi sefalopelvik.
·  Ruptura uteri membakat.
Ø Indikasi janin.
·  Kelainan letak
·  Gawat janin
Pada umumnya sectio sesarea dilakukan pada :
·  Janin mati
·  Syok, anemia berat sebelum diatasi.
·  Kelainan congenital berat [monster].
Menurut Mochtar [1998]
1.     Plasenta previa sentralis dan lateralis [posterior].
2.     Panggul sempit.
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV = 8 cm, panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seksio sesarea. CV adalah 8–10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan baru setelah gagal dilakukan seksio sesarea sekunder.
3.     Disporposi sefalo- pelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul.
4.     Ruptura uteri mengancam
5.     Partus lama [prolonged labor].
6.     Partus tak maju [obstructed labor].
7.     Distosia serviks.
8.     Pre- eklampsi dan hipertensi.
9.     Malpresentasi janin.
§  Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama- sama sependapat:
ü Bila ada kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
ü Semua primigravida dengan letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
ü Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
ü Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara–cara lain.
§  Letak bokong .
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
ü        Panggul sempit.
ü        Primigravida.
ü        Janin besar dan berharga.
§  Presentasi dahi dan muka [letak defleksi] bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
§  Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
§  Gemelli, menurut eastman seksio sesarea dianjurkan:
ü Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu [shoulder presentation].
ü Bila terjadi interlock [locking of the twins].
ü Distosia oleh karena tumor.
ü Gawat janin dan sebagainya.

D.KONTRAINDIKASI

1.     Jika janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
2.     Jika janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio caesaria ekstraperitoneal tidak tersedia.
3.     Jika dokter bedahnya tidak berpengalaman dan keadaan tidak menguntungkan bagi pembedahan serta tidak tersedianya tenaga yang memadai.

E. KLASIFIKASI

Menurut Mochtar [1998]
1.     Abdomen [Seksio Sesarea Abdominalis]
ü Seksio sesara transperitonealis
§  Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri.
§  Seksio sesara ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim
ü Seksio sosarea ekstraperitonealis.
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
Dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan.
2.     Vagina [Seksio Sesarea Vaginalis]
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
a.      Sayatan memanjang [longitudinal] menurut Kronig.
b.     Sayatan melintang [transversal] menurut Kerr
c.     Sayatan huruf T [T- incision].
3.     Sectio sesarea klasik atau korporal
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim [low cervical transversal] kira–kira 10 cm.
Ø Kelebihan
§  Mengeluarkan janin lebih cepat
§  Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
§  Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Ø Kekurangan
§  Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik.
§  Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
4.     Seksio Sesarea Ismika [Profunda]
Ø Kelebihan
§  Penjahitan luka kebih mudah
§  Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
§  Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus kerongga peritonium.
§  Perdarahan kurang
§  Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/ lebih kecil.
Ø Kekurangan
§  Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteri uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
§  Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
5.     Seksio Sesarea Hysterectomy.
Setelah seksio sesarea dikerjakan hysterektomi dengan indikasi;
§  Atonia uteri
§  Placenta accreta
§  Myoma uteri
§  Infeksi intra uterin yang berat.

Menurut Manuaba [1999], macam–macam bentuk operasi seksio sesarea adalah;
1.     Seksio sesarea klasik menurut Sanger
2.     Seksio sesarea transperitoneal profunda menurut Kehrer
3.     Seksio sesarea histerektomi menurut Porro
4.     Seksio sesarea ekstraperitonial.
·  Menurut Water
·  Menurut Latzco
5.     Seksio sesarea transvaginal

F. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa bahaya yang telah dikenal bagi fetus bila persalinan dilakukan dengan seksio sesarea, terlepas dari yang ditunjukan oleh keadaan abnormal untuk mana diindikasikan seksio [ Rottgers ]. Resiko ini meliputi:
1.     Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang.
2.     Depresi pernafasan karena anesthesia
3.     Sindroma gawat pernafasan, jelas lebih lazim pada bayi yang dilahirkan dengan seksio
Komplikasi ibu:
1.     Infeksi yang didapat dirumah sakit, terutama setelah dilakukan seksio pada persalinan.
2.     Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan varikositas.
3.     Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering karena dasar obstruksi.
4.     Kecelakaan anastesi.
[Martius, 1995].


Komplikasi menurut Mochtar [1998] yaitu :
1.     Infeksi puerperal [nifas].
§  Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
§  Sedang;  dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
§  Berat ; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2.     Perdarahan ,disebabkan karena:
§  Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
§  Atonia uteri.
§  Perdarahan pada placental bled.
3.     Luka kandung kemih, emboli baru dan keluhan kandung kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi.
4.     Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

Komplikasi yang bisa timbul
Ø Ibu
a.      Infeksi puerperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala- gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu [partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya].
Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan pemberian antibiotic akan tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis porfunda.


b.                                         Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uterina ikut terbuka.
c.     Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru–paru dan sebagainya tapi sangat jarang terjadi.
d.     Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah SC klasik.
Ø Anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan SC banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan SC.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ibu post partum sectio caesarea menurut Manuaba [1999], Saifuddin [2002], Hamilton [1998].
1. Kesadaran penderita
a.      Pada anastesi lumbal :
Kesadaran penderita baik, oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua proses persalinan
b.     Pada anestesi umum  :
Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberikan oksigen, menjelang akhir operasi.
2.Mengukur dan memeriksa tanda–tanda vital
a.            Pengukuran :
Kaji tanda–tanda vital setiap 5 menit sampai stabil, kemudian setiap 15 menit selama satu jam, kemudian setiap 30 menit selama 8 jam.
v   Tensi, nadi, temperature dan pernapasan.
v   Keseimbangan cairan melalui produksi urin, dengan perhitungan :
·  Produksi urine normal 500- 600 CC
·  Pernapasan                500- 600 CC
·  Penguapan badan      900- 1000 CC
v Pemberian cairan pengganti sekitar 2000–2500 CC dengan perhitungan 20 tetes per  menit [= 1 CC/ menit].
v Infus setelah operasi selitar 2 x 24 jam.
b.   Pemeriksaan :
v Paru :
·  Kebersihan jalan napas.
·  Ronki basah; untuk mengetahui adanya edema perut.
v Bising usus menandakan berfungsinya usus [dengan adanya flatus].
v Perdarahan lokal pada luka operasi.
v Konstraksi rahim; untuk menutup pembuluh darah.
·  Perdarahan per vaginam.
o   Evaluasi pengeluaran lokhia.
o   Atonia uteri meningkatkan perdarahan.
o   Perdarahan berkepanjangan.
Profilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steil, infeksi asendens karena manipulasi vagina, sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
-               Bersifat profilaksis
-               Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
-               Berpedoman pada hasil tes sensitifitas
-               Kualitas antibiotika yang akan diberikan
-               Cara pemberian antibiotika
Yang paling tepat adalah berdasarkan hasil tes sentifitas, tetapi memerlukan waktu 5-7 hari, sehingga sebagian besar pemberian antibiotika dengan dasar ad juvantibus.
Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam :
·              Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam
·              Ditambah gentamicin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
·              Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan larutan desinfektan lalu ditutup dengan kain penutup luka secara periodik luka dibersihkan dan diganti
Jahitan diangkat pada hari ke 6-7 pst operasi diperhatikan apakah luka sembuh atau dibawah luka terdapat eksudat
Jika luka dengan eksudat sedikit, ditutup dengan band aid operatif dressing
Jika luka dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmatedswabs atau pembalut luka lainnya
Jika luka dengan eksudat banyak, ditutup dengan surgipad atau dikompres dengan cairan suci hama lainnya, sedangkan untuk memberikan kenyamanan bergerak bagi penderitanya sebaiknya dipakai gurita
5. Mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap merupakan konsepsi dasar, sehingga pulihnya alat vital dapat segera tercapai
a.      Mobilisasi fisik
·  Miring kekanan dan kekiri dimulai –1 jam pasca operasi (setelah sadar)
·  Hari kedua penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari 3-5 mulai belajar berjalan
·  Infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b.     Mobilisasi usus
·        Setelah hari pertama dan keadaan baik, penderita boleh minum
·        Diikuti dengan makan bubur saring dan pada hari kedua-ketiga makan buur
·        Hari keempat-kelima nasi biasa dan boleh pulang
6. Nasehat Pasca Operasi
Hal-hal yang dianjurkan pasca operasi antara lain:
a.            Dianjurkan jangan hamil kurang lebih satu tahun dengan memakai alat kontrasepsi
b.           Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antanatal yang baik
c.           Bersalin di rs yang besar
d.           Apakah persalinan berikutnya harus dengan sectio caesarea tergantung diindikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.

DAFTAR   PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Moorhouse, Mary   Frances, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien, ed. 3, EGC, Jakarta.

Friedman, 1998, Seri Skema Diagnosis Dan Penatalaksanaan Obstetri, ed. 2,  Binarupa Aksara Jakarta.

Hamilton, Persis Mary, 1995, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC , Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gede, 1999, Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum, EGC, Jakarta.

Martius, Gerhand, 1995, Bedah Kebidanan Martius, EGC, Jakarta.

Mochtam, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri , ed.2,EGC Jakarta.

Padjajaran, Universitas, 1995, Obstetri Operatif, Elstar Offset, Bandung.

Saifuddin, A.B., 2002 Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.


No comments:

Post a Comment

 
 
Blogger Templates