Pages

Ads 468x60px

About

Blogger news

Blogroll

Blogger news

1/20/2013

Mastoiditis





A.     PENGERTIAN

  • Mastoiditis merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani.
  • Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke dalam pneumatic system selulae mastoid melalui antrum mastoid.
  • Menurut Wilson mastoiditis adalah penyebaran kuman ke mastoid dari otitis media yang berulang-ulang .
  • Sedangkan pengertian masatoiditis menurut Nelson adalah peradangan sistem sel-sel udara tulang mastoid yang menyertai otitis media akut dan kronis disertai dengan efusi (Nelson, 1992: 592).
  • Kemudian menurut Brunner dan Suddarth mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah. Jika tidak diobati dapat terjadi osteomielitis (Brunner & Suddarth, 2000).

B.     ETIOLOGI

Akibat pengobatan otitis media supuratif akut yang tidak adekuat secara umum penyebabnya yang menghancurkan sel-sel mastoid (Cellulace mastoidea).
Macam-macam mastoid:
  1. Mastoid + nanah + jaringan granulasi.
  2. Mastoid + kolesteatoma.
  3. Campuran (1 dan 2)
  4. Mastoiditis yang sklerotik.
Hasil kultur menemukan 7 jenis mikroorganisme dari kuman penyebab terbanyak berturut-turut adalah Staphylococcus aureus (23.1%), Enterobius aerogenes (22,1%), Pseudomonas aeruginosa (17.9%), Proteus mirabilis (13.7%), diikuti oleh Streptococcus pneumonia (4.2%), Staphyococcus epidermidis (2.1%) Escherichia coli (1.1 %). (Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007 77 )

C.     PATOFISIOLOGI

Suatu proses yang membutuhkan waktu 2-3 minggu selama tenggang waktu tersebut, sejak timbulnya otitis media akuta, terjadi pengeluaran cairan yang kontinue dan yang semakin banyak melalui lubang perforasi gendang. Bila seseorang pasien menderita nyeri beberapa hari setelah membran tympani secara meyakinkan menunjukkan keadaan normal maka padanya, tidak akan terjadi mastoiditis. Kesulitan timbul bila penderita otitis media akut dianggap sudah sembuh padahal kondisinya masih belum memuaskan. Mastoiditis harus dicurigai bila keluarnya cairan terus-menerus berlangsung selama lebih dari 10 hari secara kontinyu. (Ludman, 1992)
Perluasan infeksi bergantung kepada:
  1. Virulen kuman
  2. Resistensi kuman.
  3. Keadaan mukosa telinga tengah (normal, hiperplastik atau fibrotik).
  4. Struktur tulang mastoid (sklerotik, diplomatik atau pneumatik).
Kuman penyebab ialah Streptococcus hemolyticus (60%), pneumococcus (30%), staphylococcus aureus/albus, streptococcus viridans, H. influenzae.
Kelainan pada mastoid dapat berupa reaksi peradangan mukosa, edema dan pada beberapa tempat terjadi ulserasi. Eksudat dan nanah menekan pembuluh darah, menyebabkan ekrosis dan granulasi ruang abses. Bila terjadi mastoiditis akut, kadang-kadang terjadi juga infeksi tulang perosus dan pada foto rongen, terlihat pneumatisasi os. Petrosus terganggu.
Tanpa drainase, nanah dan jaringan granulasi yang terjadi, dapat merusak tulang. Dapat terjadi juga jaringan granulasi pada dura (granulasi distra dura) dan abses perisinus. Nekrosis pada tulang mastoid dapat menyebabkan infeksi tersebar ke jaringan lunak di luar mastoid, sehingga terjadi pembengkakan di belakang telinga dan os zigomatikus serta pembengkakan leher yang disebut abses bezoid. Bila infeksi sembuh dan proses degenerasi menjadi baik, maka akan terjadi sklerosis pada mastoid.

D.    GAMBARAN KLINIS

-         Nyeri telinga
-         Cairan dari telinga/mukopus terlihat keluar.
-         Nyeri tekan di belakang telinga.
-         Demam/suhu meningkat.
-         Malaise
-         Kurang pendengaran
-         Pembengkakan pada prosessus mastoid.
-         Peradangan pada kulit di sekitarnya.
-         Terdapat penyumbatan cairan dalam telinga tengah.

E.     KOMPLIKASI

  1. Paresis fasial yang disebutkan desturksi tulang yang meliputi N. VII sehingga kontinuitas terputus. Dapat juga terjadi penekanan N. VII oleh edema, paresis disini bersifat sementara.
  2. Tromboflebitis, terletak pada sinus lateralis sehingga infeksi dapat menjalar ke belakang.
  3. Komplikasi intrakranial berupa meningitis, abses otak, labirinitis.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI. 1985).

F.      PENATALAKSANAN

  1. Biasanya gejala umum berhasil diatasi dengan pemberia antibiotik, kadang diperlukan miringotomi.
  2. Jika terdapat kekambuhan/nyeri tekan persisten, demam, sakit kepala dan rabas dari telinga mungkin perlu dilakukan mastoidektomi.

G.    TERAPI

  1. Irigasi mastoid dan antibiotik.
  2. Mastoidektomi.
Mastoidektomi dianjurkan bila pengobatan yang dilakukan oleh ahli otologi untuk membuat penderita mempunyai telinga yang baik (kering dan sedapat mungkin pendengaran baik) tidak berhasil, artinya telinga tidak pernah kering. Prinsip operasi ini adalah untuk mengangkat kalesteoma dan untuk membuat antrum mastoid, atil, telinga tengah, dan meatus akustikus eksternus menjadi satu rongga sehingga mudah membersihkan dan mengangkat kolesteoma yang menetap. Jika terdapat tuli yang berat, operasi mastoid radikal perlu dilakukan. Sisa maleus dan inkus yang telah hancur karena infeksi kronis sebaiknya diangkat.
Dalam operasi mastoidektomi radikal yang dimodifikasi. Isi telinga tengah tidak diangkat. Setelah operasi liang telinga luar dan telinga tengah penderita menjadi satu rongga. Penderita harus datang tiap minggu sampai ronggasembuh dan tiap enam bulan untuk mengangkat serumen. Jika tidak dilakukan, serumen akan memenuhi rongga dan menimbulkan iritasi labirin. (Pracy, Sieglev, Stell., 1989: 37).
DAFTAR PUSTAKA

Andianto, Petrus. (1999). Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. (2000). Buku saku keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Belhecek, G. M. McCloskley, Joanne C. (2000). Nursing Intervention Project. USA : Mosby.
Catzel, Pincus & Roberts, Ian. (1995). Kapita selekta pediatrik. Ed III. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion. Maas, Merideah. Moorhead Sue. (2000). Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby.
Ludman, Harold. (1992). Petunjuk penting pada penyakit: telinga, hidung dan tenggorok. Jakarta: Hipokrates.
Nelson. (1992). Ilmu kesehatan anak. Bagian 2. Jakarta: EGC.
Panduan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006.
Pracy, R., Siegler, J., Stell, P. M. (1989). Buku saku pelajaran ringkas telinga, hidung & tenggorok. Jakarta: Gramedia.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku kuliah 2: Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Tucker, S.M. Canabbia, M. M. Paquette, E. v. Wells, M. F. ( 1992 ). Patient care standart nursing prosess diagnosis and outcomes. 5th edition, Mosby Year Book Philadhelphia.



No comments:

Post a Comment

 
 
Blogger Templates