A. Definisi
1. Hepatitis D (hepatitis delta) adalah inflamasi hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis D (HDV), merupakan suatu partikel virus yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B. HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV ( Price, 1994)
2. Hepatitis D merupakan penyakit peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (VHD atau Agen Delta) yang merupakan hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini memerlukan selubung HBsAg, karena itu VHD merupakan parasit VHB (Markum, 1999)
3. Hepaitis D (HDV) disebut hepatitis Delta adalah suatu peradangan pada hati sebagai akibat virus hepatitis D yang sebenarnya adalah suatu virus detektif yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hepatosit untuk menimbulkan hepatitis, virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga HBV bertambah parah . infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu yang mengidap infeksi kronik HBV (Corwin, 2000)
4. Hepatitis D adalah virus yang bergantung pada virus hepatitis B yang lebih kompleks untuk bertahan, hepatitis D hanya merupakan resiko untuk mereka yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B positif (Smeltzer , 2001)
5. Hepatitis D adalah penyakit yang disebabkan Virus ( HDV ) atau virus delta, virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif (Silalahi, 2004)
6. Hepatitis D adalah suatu penyakit peradangan pada hati yang disebabkan oleh Virus bernama antigen delta, merupakan virus RNA yang tidak sempurna. VHD dapat dijumpai dalam darah penderita hepatitis B karena untuk hidup dan mengadakan replikasi di dalam tubuh manusia memerlukan virus pembantu yaitu VHB. Oleh karena itu, hepatitis D hanya ditemukan pada pasien yang sedang menderita hepatitis B akut atau pada hepatitis B kronis (Selamihardja/G.Sujayanto, 2007)
B. Etiologi
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen Delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna. Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan selubung HBSAg. Virus hepatitis D tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M dapat ditemukan dalam sirkulasi (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto (2007), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang menyerang anak- anak umumnya diperoleh melalui :
1. Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan. Hepatitis D paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
2. Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh (seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang terinfeksi
3. Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau congenital)
4. Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita hepatitis D, bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan HBSAg pada anak yang lebih besar akan menyebabkan hepatitis fulminan, sedangkan pada bayi lebih banyak kearah penyakit kronik
5. Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal sehingga tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh infeksi VHD, hal ini akan memperbanyak bentuk hepatitis kronik.
Menurut Selamihardja/G.Sujayanto (2007), cara penularan VHD sama dengan VHB, kecuali transmisi vertikal sebab HVD tidak ditularkan secara vertikal. Hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan yang cukup berperan. Penularan hepatitis D bisa melalui bermacam-macam media atau cara. Adapun cara penularannya antara lain :
a) Dapat melalui barang yang tercemar VHD sesudah digunakan para carrier positif atau penderita hepatitis D, seperti jarum suntik yang tidak sekali pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tusuk kuping, sikat gigi, bahkan jarum bor gigi.
b) Akibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita
c) Akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHD.
d) Cara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan darah seperti hemofilia (kadar protein faktor VIII atau zat pembeku dalam darah sangat rendah), thalasemia, leukemia, atau melakukan dialisis ginjal ke dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi terkena penyakit hepatitis D, apalgi jika sebelumnya ia penderita hepatitis B.
e) VHD memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHD, penularan bisa terjadi.
C. Patofisiologi
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan diikuti dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan hepatitis D meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih membahayakan dan meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara super-infeksi sering berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik yang terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate pada hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan pembengkakan dan memblokir system drainase hati sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresikan kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat dalam darah sehingga terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobillinogen dan kulit hepatocelluler jaundice, kemudian diikuti dengan munculnya gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Bila HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen, dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus lainnya.
D. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau 4-7 minggu. Gejalanya biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam kemerahan, Pembengkakan pada hati.
Menurut Cecily (2002), manifestasi klinik pada anak penderita hepatitis D adalah
1. Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual, Malaise, Akrodermatitis popular (Sindrom Gianotti-Crosti)
2. Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema makulopopular, poliarteritis nodosa, Glomerolunefritis.
3. Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi kronik.
Menurut Afifah, dkk (2005), Reeves (2001), gambaran klinis pada hepatitis D terdapat 3 fase antara lain :
1. Masa tunas (inkubasi) → terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh sampai menimbulkan gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak pada stadium ini meskipun sudah terjadi kerusakan sel-sel hati.
2. Preicterik (prodnormal) → Anoreksia, mual, ketidaknyamanan diperut bagian atas (kuadran kanan atas), terasa berbau logam, malaise, sakit kepala, letih, demam tingkat rendah, hepatomegali, urin lebih pekat.
3. Icterik → Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan pengeluaran billirubin pruritus tinja seperti dempul jika “conjugated billirubin” tidak mengalir keluar dari hati ke usus, timbul ikterik, hati membesar jika diraba (hepatomegali) dan terdapat nyeri tekan pada hati.
4. Post icterik (penyembuhan) → Hilangnya ikterik, tidak enak badan, mudah letih, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.
E. Insidens Dan Diagnosa
1. Insidens :
Insiden hepatitis D sulit ditetapkan karena muncul bersamaan dengan hepatitis B dan tidak mudah didiagnosis. Tingkat keparahan mencapai 2-70% (Cecily, 2002).
2. Diagnosa :
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi. Diagnosis secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis infeksi hepatitis D kronis dan akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan ditemukannya Ig M anti HBC yang merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut dan IgM anti HVD. Diagnosis hepatitis D akut pada pengidap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti VHD dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-). (Markum ,1999)
F. Komplikasi
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), komplikasi hepatitis D adalah :
1. Hepatitis Fulminans → Hepatis yang berlangsung progresif atau cepat menjadi berat dan berakhir dengan kematian.
2. Gagal hati
3. Status Carrier
4. Sirosis hati → Keadaan ini terjadi akibat infeksi virus hepatitis yang menyebabkan peradangan hati yang luas. Akibatnya seluruh struktur jaringan hati mengalami perubahan dan menjadi tidak teratur, bentuk hati juga berubah dengan disertai penekanan pada pembuluh darah.
5. Karsinoma hepatoselular (KHS)/ Hepatoma → Penyakit hati primer yang berasal dari sel-sel hati, penyakit ini belum diketahui secara pasti penyebabnya.
G. Penatalaksanaan
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price (1994), Smeltzer (2001), pokok penanganan penderita hepatitis D mencakup :
1. Konfirmasi diagnosis yang tepat.
2. Pengobatan Suportif dan pemantauan massa akut. Pengobatan yang dilakukan antara lain :
a. Terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat yang adekuat.
b. Hidrasi (Asupan cairan, bila masih menyusui ibu maka tingkatkan ASI serta perbanyak asupan cairan) dan asupan makanan yang adekuat (Diet dengan gizi seimbang, makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya dibatasi. Demikian juga garam).
c. Hospitalisasi diindikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi, factor pembekuan abnormal, atau tanda-tanda gagal hati yang membahayakan (gelisah, perubahan kepribadian, letargi, penurunan tingkat kesadaran, perdarahan).
d. Tujuan penatalaksanaan rumah sakit adalah terapi Intravena untuk memperbaiki keseimbangan cairan, studi laboratorium yang berulangkali dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan penyakit.
3. Pencarian kearah penyakit kronik
4. Pencegahan pada masa akut meliputi : tirah baring total tidak dianjrkan kecuali pada keadaan gawat, makanan diterima sesuai dengan daya terima anak, obat kortikosteroid dan antiemetik tidak boleh diberikan, pemeriksaan HVD Ig M dilakukan paling cepat setelah 1 bulan.
5. Sampai saat ini pengobatan hepatitis D masih belum ada yang memuaskan. Namun, dapat dicoba pemakaian interferon.
6. Transplantasi hati jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efi & Tim Lentera. 2005.Tanaman Obat Untuk Mengatasi Hepatitis. Jakarta : Agromedia Pustaka
Betz, Cecily L. 2002. Buku saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2007. hepatitis , terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal 30 Mei 2008.
Dongoes. Marilynn. E.dkk 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Markum. 1999. Ilmu Kesehatan anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Nanny Selamihardja/G.Sujayanto. 2007. Artikel Tentang Hepatitis, terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal 30 Mei 2008.
Price, S.A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses penyakit. Alih bahasa. dr. Peter Anugrah. Jakarta : EGC
Rampengan. TH.dkk. 1993.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Buku 1. Edisi 1. Jakarta : Salemba
Silalahi, Levi. 2004. hepatitis , terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal 30 Mei 2008.
Smeltzer, Suzzane. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Sudart. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment