A. PENGERTIAN
Pengertaian BPH dapat ditemukan beberapa ahli diantaranya adalah menurut Corwin (2004:644) BPH adalah “pembesaran kelaenjar prostat non kanker”. Sedangkan menurut Long (1996:331) BPH adalah “pembesaran adenomateus dari kelenjar prostat”. Menurut Doengoes (2002:671) BPH adalah ”pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan beberapa derajat obstruksi uretral dan pembesaran aliran urinarius”.
B. ETIOLOGI
Menurut Purnomo hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperpasia prostat erat dengan kaitannya dengan peningkatan kadar dehidro-Testosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
2. Peranan dari growth factor (faktor keseimbangan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel mati.
4. Teori sel sistem menerangkan bahwa terjadi poliferasi abnormal sel sistem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat berlebihan.
C. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengalirkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebebkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan deventrikel buli-buli. Perubahan struktur pada laki-laki dirasakan oleh pasien sehingga keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary track system (LUTS) yang dahulu dikenal gejala prostastimus. Tekanan intravesikal yang meningkat akan diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan dapat terjadi gagal ginjal.
Biasanya ditemukan gajala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan destruksi jalan kemih berarti harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi desebabkan hipersensitifitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontaksi cukup lama sehingga terjadi konteksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesiko sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada sewaktu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampulagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga takaran intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih naik dari pada tekanan sfingter dan obstruksi,akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko- ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih . Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
D. GAMBARAN KLINIS
Walaupun benigna prostst hipertrofi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu :
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urine dalam kandung kemih menyebabkna dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi :
a. Retensi urine
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran urine
c. Miksi yang tidak puas
d. Frekuensi miksi bertambah terutama malam hari (nokturia)
e. Pada malam hari miksi harus mengejan
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
g. Masa pada abdomen bagian bawah
h. Hematuria
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
k. Kolik renal
l. Berat badan turun
m. Anemia kadang-kadang tanpa sebab diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertrofi prostat adalah :
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjang.
b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
c. Hernia atau hemoroid
d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
e. Hematuria
f. Cystitis dan piolonefritis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien benigna prostat hipertropi (BPH) umumnya dilakukan pemeriksaan :
1. Laboratorium meliputi ureum, kretinin, elektrolit , tes sensitivitas dan biakan urine
2. Radiologis intravena pylografi, BNO, sistogram, USG, Ct.Scanning, cytokopi, poto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultra sonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUST : trans rectal ultra sonografi), selain untukmengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti diventrikel, tumor dan batu (Syamsu Hidayat dan Wim de Jong, 1997)
3. Prostatektomi retropbis pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka hanya ditarik dan jaringan adenometus prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat,
4. Prostatektomi parineal yaitu pembedahan dengan kelenjar prosta dibuang melalui perineum.
Menurut Doengoes, pemeriksaan diagnosis BPH :
1. Urinalisa
2. Kultur urin : dapt ditunjukan strapilococcus aureus, proteus, klepsiella atau escherchia colli
3. Sistologi urin : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
4. BUN atau kreatinin : meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi
5. SDP : mungkin lebih dari 11.000 mengindikasikan infeksi
6. Penentuan kecepatan aliran urin : mengkaji derajat obstruksi kandung kemih
7. IVP dengan film pasca berkemih : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat
8. Sistogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan BPH
9. Ultrasound transrektal : mengukur ukuran prostat dan jumlah residu urin
G. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasi prostat perlu menjalani tindakan medis. Kadang-kadang mereka mengeluh LUTS ringan dapat sembah dengan sendiri tanpa membutuhkan terapi apapun. Tujuan terapi pada pasien hiperplasi prostat adalah menghilangkan obstruksi. Hal ini dapat dicapai dengan medika mentosa, pembedahan atau tindakan yang kurang invasif. Tujuan terapi medika mentosa adalah :
1. Untuk mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan a blocker (penghambat a adrenergik)
2. Untuk mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar hormon testosteron atau dehidrotestosteron (DHT)
Operasi dilakukan pada kasus dengan penyulit : retensi urin, abatu saluran kemih, hematuria, dan infeksi saluran kemih.
Pilihan Terapi pada hiperplasi prostat benigna
Observasi
|
Medika mentosa
|
Operasi
|
Invasive minimal
|
Wathfull
Waiting
|
Penghambat
Adrenergik
Penghambat
Reductase a
Fisioterapi
Hormonal
|
Prostatektomi
Terbuka
Endourologi
1. TURP
2. TUIP
3. TUIP (Laser)
|
TUMT
TUTB
Stem uretra dengan prostacath TUNA
|
Prosedur diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Pembedahan Terbuka
Beberapa teknik prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu melalui melakukan anukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik intravesikal.
2. Pembedahan Endourologi
Dilakukan dengan memakai tenaga dektrik TURP (Trans Uretra Resection of the Prostat) atau dengan memakai energi laser yaitu TULP (Trans Uretra Laser of the Prostat)
3. TURP (Reseksi Prostat Trans Uretra)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan Trans Uretra dengan cairan irigon (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
4. Tindakan Invasif Minimal
5. Pemanasan prostat dengan memakai energi mikro atau TUMP Trans Uretra Mikrowave Termotherapy yaitu dengan memasukan kaletor yang terlebih dahulu diberi elektroda dan diharapkan jaringan menjadi lembek.
6. Dilatasi dengan balon atau TUBD (Trans Uretra Ballon Dilatation)
7. TUNA (Trans Uretra Neddle Ablation)
8. Pemasangan stem uretra atau prostacath supaya uretra prostatika selalu terbuka
H. PATHWAY BPH
I. PROSES KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI PADA BPH
1. Pengkajian
1.1. Riwayat Keperawatan
a. Pola miksi : Frekuensi, pernah berubah
b. Perilaku miksi : Penggunaan ADH/kafein, cara mempertahankan pola
c. Deskripsi urin : Warna, bau, dan konsistensi
d. Diit : Makanan yang mempengaruhi miksi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
e. Cairan : Jumlah dan jenis minuman per hari
f. Aktivitas : kegiatan sehari - hari
g. Kegiatan yang spesifik
h. Penggunaan medikasi
i. Stress : Stress berkepanjangan atau pendek, kopling untuk menghadapi atau bagaimana menerima.
j. Pembedahan / penyakit menetap
1.2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Gigi, lidah, gusi (mulut), simertis, gerakan peristaltik, massa, warna, bentuk (abdomen), tanda inflamasi, hernia
b. Palpasi : Massa, area nyeri, dinding kandung kemih
c. Perkusi : Lesi, cairan, bunyi timpani dan tumpul
d. Auskultasi : Bising usus, detensi
1.3. Karakteristik Urin
a. Warna : Jernih, kekuning-kuningan, kemerah-merahan
b. Bau : Khas menyengat
c. Konsistensi : Cair, kental
d. Frekuensi : 3X/hari, 4X/hari
e. Jumlah : 900 cc
1.4. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
b. Rontgen
c. USG
d. Tes spesimen urin
2. Analisa Data
No
|
Data Fokus
|
Etiologi
|
Problem
|
1
|
DS : Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut bagian bawah, panggul dan terutama saat BAK.
DO : Pasien tampak meringis saat BAK dan gelisah. Skala nyeri : 6
|
Spasme otot spincter
|
Nyeri akut
|
2
|
DS : Pasien mengatakan volume BAK sedikit, urin berwarna kemerahan.
DO : Tampak ada darah dalam urin pasien, dengan volume urin pada DC 800 cc/hari dan genetalia membengkak.
|
Pembesaran prostat
|
Retensi urin
|
3
|
DS : Pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang diderita
DO : Pasien mengajukan pertanyaan pada tenaga medis
|
Kurang informasi tentang penyakit dan perawatan
|
Kurang pengetahuan
|
3. Diagnosa Keperawatan
I. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot spincter
II. Retensi urin berhubungan dengan pembesaran prostat
III. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit dan perawatannya
4. Intervensi
Dx
|
Rencana Tujuan
|
Rencana Tindakan
|
Rasional
|
I
II
III
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat, dengan kritera hasil:
§ Nyeri yang pasien rasakan berkurang dengan skala nyeri 3.
§ Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami retensi urin, dengan kritera hasil:
§ Pasien dapat BAK secara teratur
§ Volume urin sesuai dengan input normal 1500 – 2000 cc/hari
§ Tidak ada hematuria dan tidak teraba distensi kandung kemih
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pasien sudah mengerti tentang proses penyakitnya, dengan kritera hasil:
§ Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala proses penyakit
§ Pasien melakukan perubahan pola hidup yang perlu
§ Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan
|
§ Monitor keadaan umum dan TTV
§ Monitor skala nyeri dan kaji karakteristik nyeri
§ Ajarkan teknik relaksasi dan latihan nafas dalam
§ Beri posisi yang nyaman
§ Kolaborasi dengan medis untuk pemberian analgesik
§ Monitor keadaan umum dan TTV
§ Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
§ Monitor urine
§ Berikan perawatan perineal
§ Kolaborasi dengan medis untuk pemberian Fenoksibenzamine
§ Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit
§ Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik
§ Beri penguatan pentingnya evaluasi medik ± 6 bulan – 1 tahun
§ Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang perawatan luka perineal dan tanda-tanda infeksi
|
§ Memantau perkembangan pasien
§ Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan
§ Nafas dalam meningkatkan vasodilatasi pembuluh saraf sehingga mengurangi rasa nyeri
§ Dapat meningkatkan kemampuan koping
§ Memberikan pengobatan yang tepat
§ Memantau perkembangan pasien
§ Meminimalkan retensi urin, distensi berlebih pada kandung kemih
§ Mengukur intake output cairan dan karakteristik urin
§ Menurunkan risiko infeksi asenden
§ Memberikan pengobatan yang tepat
§ Membantu pasien dalam rehabilitasi vital
§ Mencegah komplikasi lebih serius
§ Hipertrofi berulang / dan atau infeksi tidak umum dan akan melakukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi
§ Diperlukan sebagai tindakan perawatan mandiri pencegahan infeksi pasien/keluarga di rumah
|
5. Evaluasi
§ Dx I : Mengevaluasi rasa nyeri yang dirasakan pasien
Mengkaji karakteristik nyeri
§ Dx II : Mengobservasi karakteristik dan volume urin pasien
Mengevaluasi pemberian perawatan perineal
§ Dx II : Mengevaluasi persepsi mengenai proses penyakit pasien
Mengobservasi keadaan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Daryati. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Post Operasi BPH Hari ke-2 di Ruang Pringgondani Rumah Sakit Umum Emanuel Kelampok Banjarnegara. Purwokerto.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment